Selasa, 06 Desember 2011
Seri SJ & Friends : MY TUTOR FRIEND 2
.MY TUTOR FRIEND 2.
SJ Entertainmet Proudly Present :
_Seri SJ and Friends : FF OneShoot Basic on Movie_
. AKAI ITO a.k.a MY TUTOR FRIEND 2.
Lead Cast :
Seo Joo Hyun (SNSD)
Jung Yong Hwa (CN Blue)
Main Cast :
Choi MinHo
Jung Suk Jin
Kang Daesung
Lee Seung Ri
Ok TaecYeon
Song Ji Hyo
SungMin
Opening Theme Song : CN BLUE - ILLUSIONS
PROLOG
Osaka, Desember 2005
Seo Joo Hyun mengayuh sepedanya di tengah udara dingin kota Osaka yang masih diselimuti salju tebal. Rambut panjangnya melambai-lambai tertiup angin, wajahnya mengekspresikan perasaan bahagia yang membuncah.
“Konnichiwa….” Seohyun terseyum lebar menyapa seorang paman pemilik kedai sayuran di pinggir jalan. Paman itu membalas sapaannya dengan lambaian tangan. Seo Joo Hyun dikenal sebagai gadis yang ceria dan ramah, tak heran jika masyarakat di sekitar rumahnya begitu familiar dan akrab dengan gadis itu.
Setelah melewati beberapa blok rumah dan kedai-kedai di pinggir jalan, Seohyun mencengkram rem sepedanya dan berhenti di depan sebuah kedai udon sederhana yang juga merupakan tempat tinggalnya. Ia segera memarkirkan sepedanya, mengambil sebuah amplop di dalam keranjang lalu berlari-lari kecil menuju rumahnya. Seohyun menggeser paksa pintu utama kedai tersebut dengan perasaan tak sabar lalu segara masuk ke dalamnya.
“Otoo-saaann… Otoo-saaann…” teriak Seohyun pada ayahnya.
“Aku disini…” pria setengah baya berpakaian ala chef Jepang lengkap dengan kain hitam penutup kepala berlari dari arah dapur sambil merentangkan kedua tangan menyambut kedatangan putrinya.
“Otoo-saaann…” gadis itu kembali berteriak dan menghambur ke pelukan ayahnya.
“Sepertinya kamu sedang bahagia, apa yang terjadi?” sang ayah bertanya.
Seohyun melepaskan diri dari pelukan ayahnya. “Bacalah ini ayah.” Ia tersenyum lalu menyerahkan sebuah amplop besar ke tangan ayahnya.
Sebuah surat.
Sang ayah segera memeriksa halaman depan amplop tersebut dan membacanya. Surat itu berasal dari :
ANSEI UNIVERSITY 134
SINCHON-DONG
SEODAEMUN-GU SEOUL
178-749 KOREA
“Aku mendapatkannya lagi ayah!” Seohyun berseru histeris.
Tiba-tiba pria setengah baya itu memegang dadanya, mata sipitnya melebar, ia terlihat begitu kesakitan seperti sedang mendapat serangan jantung. Badannya oleng, hampir terjatuh ke lantai namun Seohyun segera menahannya.
“Ayah!! Actingmu payah sekali.” Seohyun mencibir kesal. “Ayah tidak bisa membohongiku lagi.” Ia melepaskan pegangannya, berpaling sebal dari ayahnya yang kini sudah berdiri normal.
Untuk kedua kalinya Seohyun mendapat undangan dari Ansei University dalam program pertukaran mahasiswa. Tahun lalu, sang ayah sukses menjegal kepergian Seohyun ke Korea dengan alasan sakit jantung yang dideritanya, Seohyun pun terpaksa membatalkan kepergiannya dan memilih untuk merawat sang ayah. Namun kali ini Seohyun sudah bisa membaca strategi serangan jantung gadungan ayahnya itu.
“Tapi ini benar-benar sakit.” Ayahnya merajuk, kembali memegang dadanya yang tidak terasa sakit sama sekali. Ayahnya terpaksa berbohong seperti itu agar Seohyun mengurungkan niat untuk pergi ke Korea. Ia belum terbiasa jika harus berpisah dengan putri semata wayangnya itu. Apalagi harus mengijinkannya pergi jauh ke luar negeri.
Sejak bayi Seohyun dirawat dan di besarkan oleh ayahnya. Ibunya yang berasal dari Korea, meninggal saat melahirkan Seohyun. Nama Seo Joo Hyun sendiri merupakan pemberian terakhir dari ibunya. Untuk itulah sejak Seohyun lahir, sang ayah selalu menggunakan dan mempublikasikan putrinya dengan nama Seo Joo Hyun di atas kewarganegaraan Jepangnya.
“Aku tidak peduli. Aku akan tetap pergi ke Korea.” Ucap Seohyun setengah berteriak sambil berlalu dari hadapan ayahnya.
“Tu…tung…gu Joo Hyun! Ayah merasa pusing.”
Seohyun yang tidak peduli dengan rengekan ayahnya, kini berlari riang ke sudut ruangan dan berdiri di depan wall of fame _tembok yang di penuhi foto-foto pengunjung kedai lengkap dengan testimoni dan tanda tangannya_. Ada satu foto yang tak pernah luput dari pandangan Seohyun. Pemilik foto itu tak lain adalah Choi Minho, pria asal Korea yang selalu memenuhi relung-relung hatinya. Ia sangat merindukan pria itu dan berharap bisa bertemu Minho di Korea sana.
Sambil mengangkat sebelah tangannya, Seohyun tersenyum lebar dan menyapa foto pria Korea itu “Minho-ssi… konnichiwa.”
***
Bab I
Seo Joo Hyun berjalan keluar dari pintu utama Bandara Internasional Incheon. Tangannya menarik satu koper besar berwarna pink yang sengaja ia match dengan warna topinya, punggungnya memanggul sebuah ransel yang nampak penuh dan berat. Wajah sumeringahnya merefleksikan perasaan bahagia ketika akhirnya ia bisa menginjakan lagi kakinya di Republik Korea Selatan. Tanah kelahiran ibunya.
“Akhirnya aku di Korea!” gadis itu tersenyum bahagia sambil menghela napas lega. “Minho! Aku datang…” ucapnya dengan tatapan menerawang sambil mendongakkan kepalanya ke atas, lalu dengan gaya khasnya yang ceria gadis itu mulai berteriak. “KONNICHIWAAAAA……..”
***
Sambil membaca beberapa brosur yang ada di tangannya, Seo Joo Hyun berjalan menelusuri gang-gang kecil di sebuah permukiman yang masih dipenuhi rumah-rumah tradisional Korea. Dirinya sedang mencari ‘guest house’ yang akan menjadi tempat tinggalnya selama di Korea.
Seohyun merasa sudah tidak asing lagi dengan suasana pemukiman itu. Ia tahu rumah-rumah yang berjejer disekitarnya itu disebut hanok, bangunan tradisional Korea berbahan matrial kayu, batu, tanah, dan jerami. Saat pertama kali ke Korea beberapa tahun yang lalu, Seohyun masih tidak tahu apa-apa dan Korea tidak terlihat menarik di matanya. Ia hanya tahu Korea adalah kampung halaman ibunya. Sekarang setelah mengenal Choi Minho, Korea mendadak jadi sangat menarik baginya.
Beberapa menit berlalu, Seohyun tak kunjung bertemu dengan ‘guest house’ itu. Napasnya mulai terengah-engah saat ia harus melewati beberapa jalan yang mananjak. Dirinya mulai kelelahan karena selama berjalan tangannya harus menarik satu koper besar, dan punggungnya dibebani oleh tas ransel yang cukup berat. Ia memutuskan untuk beristirahat sebentar dan duduk di tangga batu sambil memijat kedua kakinya yang terasa pegal.
Setelah merasa cukup beristirahat, Seohyun memutuskan untuk melanjutkan pencariannya. Seohyun sedang berjalan mundur sambil menarik kopernya saat seorang pemuda tiba-tiba muncul dari belakang dan menabraknya.
“AAAHH…” pekik Seohyun ketika koper dalam genggamannya terlepas. Koper itu meluncur indah di atas permukaan jalan yang sedikit curam dan sukses mendarat dengan keadaan terbuka. Semua yang ada di dalamnya berhamburan keluar. Sekarang barang-barang ‘pribadi’ milik Seohyun yang seharusnya tidak di ketahui publik berserakan di jalan.
Saat hendak meraih koper malang itu, Seohyun malah terpeleset dan hampir jatuh karena boots kesayangannya menginjak kotoran anjing. Sambil berdesis sebal, Seohyun menoleh sinis dan mengamati profil pria jangkung yang tadi menabraknya .
Mata mereka bertemu, Seohyun memandangnya dengan tatapan tajam, setajam yang bisa dipancarkan matanya. Namun seakan tidak peduli dengan nasib sialnya, pria itu hanya lewat di depan Seohyun sambil menutup hidung dan melemparkan tatapan jijik padanya.
“Mianhae…” ujar pemuda itu dengan ekspresi datar membuat Seohyun semakin jengkel, lalu dengan cueknya pemuda itu berlalu begitu saja.
***
Seperti bangunan disekitarnya, guest house itu pun merupakan rumah tradisonal Korea, yang masih berupa kontruksi kayu, batu, tanah, namun atapnya tidak lagi terbuat dari jerami melainkan dari susunan genteng.
Seohyun baru saja akan melangkah masuk ke dalam saat seorang pria kulit hitam berbadan besar dengan wajah seram muncul di balik pintu utama hanok. Pria itu menyapa Seohyun dengan wajah seramnya, lalu segera berlalu meninggalkan dirinya.
Seohyun bergidik ngeri, tak sanggup membayangkan bahwa dirinya akan tinggal serumah dengan pria berbadan besar tadi. Ia pun mengurungkan langkahnya, segera berbalik dan meninggalkan guest house itu.
Namun sebuah suara berhasil menahan langkah Seohyun. Ia menoleh dan mendapati seorang paman berdiri di ambang pintu hanok itu. “Kemarilah…” paman itu melambaikan tangannya.
Seohyun menghampirinya walau enggan. “Kamu tamu baruku dari Jepang kan?” Tanya paman itu dengan wajah berseri-seri. Tanpa menunggu jawaban dari Seohyun, detik berikutnya Seohyun sudah berhasil digiring masuk ke dalam hanok oleh sang paman.
“Jadi, bagaimana menurutmu? Kamu menyukainya?” Paman pemilik hanok itu menunjukkan beberapa kamar kosong kepada Seohyun.
Wajahnya sangat ramah, penampilannya menggambarkan bahwa selain pemilik rumah, paman itu merangkap sebagai house keeper juga. Seohyun bisa melihat celemek kumal yang ia pakai, lap kotor yang disampirkan di bahunya dan sebuah sapu dalam genggamannya.
“Ada yang salah dengan kamarnya?” paman itu kembali bertanya.
Seohyun belum memberi tanggapan berarti terkait kamar itu. Dirinya hanya bisa menatap hampa ruangan sempit yang ada di depannya. Kamar itu begitu kosong dan terlalu sempit di mata Seohyun. Di sana hanya ada kasur lipat kusam dengan beberapa bantal keras dan sebuah meja kecil.
“It’s just…” guman Seohyun merasa tidak puas dengan kamar yang di tawarkan.
“Tunggu…kita lihat yang ini…” Sang paman menyela dan mengajak Seohyun ke kamar berikutnya. Seohyun pun segera mengikutinya dengan langkah gontai. Ekspresi sumeringah yang sempat menghiasi wajahnya hilang tanpa jejak. Mendadak mood jeleknya datang, setelah sebelumnya ia bertemu dengan pemuda sengak yang menabraknya, pria negro berwajah seram, lalu sekarang ia harus berhadapan dengan paman cerewet yang seakan memaksanya untuk tinggal di rumah itu.
“Lihat…” paman itu berseru histeris. “Di sini ada komputer, tempat tidur, lemari, meja belajar dan semuanya.”
Di balik hanji–pintu dengan lapis-lapis kertas tradisonal Korea— Seohyun bisa melihat suasana ruangan itu memang lebih luas dan berisi dari kamar-kamar sebelumnya. Seperti yang disebutkan paman tadi, di sana ada komputer, tempat tidur, lemari dan meja belajar. Namun Seohyun menduga kamar ini masih ditempati seseorang, karena ia melihat ada beberapa baju tergantung, buku-buku yang tersusun rapi di rak dan poster Ultraman yang menempel pada tembok sebelah kiri. Mungkin pemilik kamar ini adalah seorang fans fanatik Ultraman. Seohyun beragumen dalam hati.
“Aku akan segera membereskan ruangan ini untukmu, supaya kamu bisa menempatinya…” Paman bercelemek itu berkata.
“Bukankah seseorang tinggal di kamar ini?” Seohyun menjajal kemampuan bahasa Koreanya.
“Ani…ani…ani…” sergah sang paman. “Tidak ada siapapun. Pemiliknya sudah pergi...” Dengan segera paman itu mulai membersihkan ruangannya.
“Bagaimana? Kamu suka?” setelah menyelesaikan pekerjaannya, paman itu kembali melakukan promosi.
Pandangan Seohyun berkeliling, sang paman menyulap ruangan itu menjadi lebih rapih dan bersih. Ada beberapa tambahan barang yang tadinya tidak ada di sana, seperti cermin wajah, meja kecil untuk meletakan kosmetik dan bad cover yang di ganti menjadi warna pink. Tapi kenapa poster Ultraman itu masih menempel di sana?
“Otteo?” sang paman membuyarkan lamunan Seohyun. “Kamu menyukainya?”
“Ne…Johaeyo…” untuk pertama kalinya Seohyun kembali tersenyum. Ia merasa cukup puas dengan dekorasi ulangnya.
Paman itu mengangguk puas. “Namamu Seo Joo Hyun kan? Tidak seharusnya di pakai oleh orang Jepang sepertimu.”
“Wae? Ada yang salah dengan nama Koreaku?”
“Bukan itu maksudku… hanya saja namamu sama persis dengan nama mendiang istriku. Wanita dengan nama itu pasti cantik, seperti dirimu.”
Seohyun mengangguk-angguk sok ngerti. Tanpa mengurangi rasa hormat, ia ingin paman bawel itu cepat-cepat pergi meninggalkannya, karena saat ini, ia cukup lelah dan ingin segera beristirahat. “Annyeonghi Kyeseyo…”
“Oh…” sang paman tercengang. “Bahasa koreamu bagus sekali.” Ia tidak menyadari selama mengobrol dengannya, Seohyun sudah menggunakan bahasa Korea.
“Eh, tidak sebagus itu… Aku masih belajar.” Ucap Seohyun sambil mengibaskan tangan.
“Tapi…untuk pendatang sepertimu, aku rasa bahasa Koreamu cukup bagus.”
“Aku campuran Korea dan Jepang. Ibuku berasal dari Korea. Beliau meninggal saat melahirkanku.”
“Aaahh… pantas saja, jadi ibumu berasal dari Korea?”
Seohyun mengangguk sopan “Ne…”
“Dan dia meninggal sebelum sempat mengajarkanmu bahasa Korea. Aku yakin jika ibumu masih ada, kamu pasti sudah mahir berbahasa Korea.”
“Mahir?” Seohyun mengerutkan keningnya, kosa kata itu baru saja ia dengar.
“Nanti kamu akan belajar.” Paman itu tertawa. “Selamat beristirahat Soehyun-ssi.” Ucapnya kemudian sekaligus berpamitan pada Seohyun.
“Kamsahamnida…”
***
Hari sudah berganti pagi saat Seohyun masih betah tidur di kamar barunya, Gadis itu menelungkupkan badan di atas ranjang dengan wajah yang sangat tenang dan damai. Ketika ia mulai menggeliat dan berguling ke sisi kanannya, Seohyun tidak menyadari bahwa sekarang tangan dan kakinya minindih dan memeluk tubuh seorang pria yang entah sejak kapan ikut berbaring di ranjangnya.
Satu hentakan terasa membebani tubunya, pria itu pun mengangkat kelopak matanya yang terasa berat, seperti mimpi saat dirinya melihat wajah cantik seorang gadis tepat di depan matanya. Lalu dengan satu gerakan brutal dan di luar kesadarannya, ia mengelus dan meremas-remas pipi Seohyun.
“Apaan sih…?” Seohyun yang merasa ketenangan tidurnya terganggu mulai mengigau. Tangannya berusaha menyingkirkan jari-jari kasar itu diri pipinya. Perlahan Seohyun membuka dan memicingkan matanya. Tak ingin percaya dengan penglihatannya sendiri saat mendapati sosok pria bertelanjang dada sedang mengelus-ngelus pipinya.
“KKYYYYYAAAAHHHHH….” Seohyun langsung terbangun dan berteriak sejadi-jadinya.
Pria bertelanjang dada itu pun tersentak sambil membelalakan matanya, “SEDANG APA KAU DI KAMARKU?”
“AAAAAAHHHH….” Seperti kehilangan kendali Seohyun menarik-narik selimut lalu melihat pakaiannya yang masih lengkap. Ada sedikit kelegaan di sana. Tapi kenapa pria itu melepaskan pakaiannya? Seohyun pun dirundung kegalauan. Siapa pria itu? dan kenapa ia berteriak seakan-akan kamar ini miliknya?
Seperti tak mau kalah, pria itu pun menarik paksa selimut dari di tangan Seohyun. Tarik-menarik selimut terjadi selama beberapa detik yang kemudian dimenangkan oleh Seohyun, sementara pria itu terjungkir dan tersungkur dari ranjang.
Ketika pria itu beranjak dari jatuhnya, Seohyun tidak sengaja melihat dan baru menyadari hanya sehelai celana dalam yang tersisa dan melekat di tubuh kerempengnya. Ia pun kembali berteriak sambil menutup wajahnya dengan selimut.
Di balik selimut Seohyun berpikir keras karena ia merasa wajah pria itu sudah tak asing baginya. Sesekali ia mengintip untuk membuktikan dugaannya, dan ternyata memang benar, dia adalah pemuda sengak yang menabraknya kemarin. Oh… kenapa dirinya begitu sial? Kalaupun harus tidur satu ranjang dengan seorang pria, Seohyun akan memilih Choi Minho bukan pemuda sengak itu.
“Ada apa ini? apa yang terjadi?” Jung Suk Jin si pemilik rumah sekaligus dalang di balik keonaran muncul di depan pintu kamar Seohyun setelah mendengar hiruk pikuk dan jeritan histeris di sana.
***
“Kenapa abeoji membiarkan gadis itu menempati kamarku?” Jung Yong Hwa mendesak ayahnya yang sedang menyiapkan sarapan di halaman rumahnya.
Semalam, seusai minum bersama Kang Daesung dan Lee Seung Ri, dalam keadaan mabuk berat Yonghwa langsung masuk ke kamar tanpa menyadari ada seorang gadis sedang terlelap di ranjangnya.
“Dia tidak menyukai kamar manapun selain kamarmu.” Jawab ayahnya cuek.
“Tsskkk….Ini pengkhianatan ayah.”
“Siapa lagi yang harus aku khianati selain dirimu Yonghwa-ah…” Suk Jin menepuk pundak anaknya “Kamulah satu-satunya anakku…”
“Aiigooo…Terus sekarang aku tidur dimana?”
“Jangan tanya padaku!!”
“Ah…aku tidak percaya ini….” Yonghwa berseru kesal, tidak menyangka ayahnya setega itu dan lebih rela memberikan kamarnya ditempati orang lain dari pada anaknya sendiri.
Beberapa menit berselang setelah pertengkaran kecil antara ayah dan anak terkait sengketa kamar, Seohyun melangkah anggun keluar dari kamarnya.
Daesung dan Seungri yang juga penghuni hanok sekaligus teman karib Yonghwa langsung berlari-lari menghadap dan berebut menyambut Seohyun.
“Ohayou gozaimasu…” sapa Seungri dan Daesung bersamaan.
“Hajimemashite…” Seungri mengulurkan tangan bermaksud ingin memperkenalkan diri dan menjabat tangan Seohyun.
Namun sebelum sempat berjabat tangan, Daesung segera mencekal lengan Seungri.
“Ogenki desuka?” ucap Daesung tersenyum lebar sehingga mata sipitnya hanya berbentuk garis.
Seohyun menatap heran kehebohan dua lelaki di depannya itu, lalu segera menyapa mereka “Annyeong haseyo…”
“Oh…” seru Seungri dan Daesung bersamaan. “Bahasa Koreamu bagus sekali.”
“Namamu siapa?” Tanya Daesung.
“Seo Joo Hyun.”
Seungri dan Daesung saling menatap heran, kenapa nama Korea yang muncul?
“Senang berkenalan denganmu, namaku Kang Daesung”
“Dan kamu bisa memanggilku Seungri.”
Seohyun mengangguk sopan pada dua lelaki itu. Kemudian terdengar suara lelaki lain berseru padanya.
“Apakah itu benar-benar nama aslimu?” Jung Yong Hwa si pemilik suara itu. “Seo Joo Hyun? Nama Usagi akan lebih cocok denganmu.”
Seohyun mengerling sebal pada Yonghwa yang sekarang sudah berpakaian lengkap, sedikitnya ia tahu apa yang lelaki itu bicarakan. Lagi-lagi mempersalahkan nama. Ada apa dengan namanya?
“Did you get the dog poo off your shoe, huh?” lagi-lagi Yonghwa berteriak seakan melepaskan dendam pribadi pada gadis Jepang itu.
“Bicara apa kamu?” Suk Jin memukul punggung Yonghwa dan segera menghampiri Seohyun yang nampak sangat jengkel dengan kelakuan anaknya.
“Maafkan perkataan anakku Seohyun…” Suk Jin merayu sementara Seohyun tidak mempedulikannya.
“Jika dia mengganggu lagi, aku janji akan mengganti uang sewa kamarmu.”
“Baiklah, sekarang juga aku ingin paman mengembalikan uangku!!”
“Seohyun-ssi?” Suk Jin tercengang “Kenapa?”
“Aku pikir anak paman tidak suka aku tinggal di kamarnya, lebih baik aku cari guest house lain saja…”
“Kamu bahkan belum sampai satu hari tinggal di sini. Apa harus secepat itu kamu pergi?”
“Maaf paman… aku sudah merasa sangat terganggu, lebih baik paman cepat memberikan uangnya padaku.”
“Tapi…”
“Aku akan mengambil barang-barangku setelah pulang dari kampus.”
***
Bab 2
Ansei University, Seoul
Seohyun sedang berjalan di sekitar kampus ketika Yonghwa tiba-tiba mengampirinya. Mengetahui bahwa Yonghwa masih tercatat sebagai mahasiswa jurusan design grafis di Ansei University, membuat Seohyun merasa kampus ini tak ubahnya neraka jika ia harus bertemu dengan Yonghwa setiap hari.
Seohyun mendengus jengkel, karena sekarang pria sengak itu berjalan di sampingnya. Ketika tatapan mereka beradu, Yonghwa melemparkan senyum canggung padanya. Namun senyumannya itu hanya dibalas tatapan sinis olehnya.
“Kamu menyeberangi lautan hanya untuk urusan cinta?” Yonghwa memulai percakapan.
Seohyun yang sedang bad mood semakin mempercepat langkahnya, malas meladeni Yonghwa lebih jauh.
“Kamu kemari untuk menemui Choi Minho?”
Atas nama Choi Minho yang keluar dari mulut lelaki menyebalkan itu, Seohyun pun segera menghentikan langkahnya.
“Bagaimana kamu mengetahuinya?” Seohyun menatap curiga.
Ah ternyata, selain menyebalkan dia juga seorang penguntit. Tadi dirinya sempat bertemu Yonghwa di ruang tata usaha. Selama di sana, Seohyun terlibat pembicaraan dengan Song Ji Hyo–admin kemahasiswaan Ansei University yang merangkap sebagai mentor Seohyun selama belajar di Ansei— dan ia sempat menanyakan keberadaan Choi Minho pada Ji Hyo. Tak salah lagi, Yonghwa pasti menguping pembicaraan mereka.
“Apa kamu temannya?”
“Teman?” Yonghwa berpikir sejenak. “Dia sahabatku.” Ucapnya berbohong.
Seohyun sedikit tercengang. Mendadak air mukanya menjadi cerah dan berwarna. “Kamu beneran berteman dengannya?”
Yonghwa mengangguk penuh keyakinan “Sangat menyakitkan melihatnya pergi menjalani wajib militer. Aku sampai menangis dibuatnya.”
“Kamu tahu dimana dia sekarang? Bisakah kamu mengantarku kesana?”
Yonghwa melongo untuk beberapa saat, hanya karena seorang pria bernama Choi Minho gadis itu tiba-tiba menjadi sangat bersemangat.
“Trainingnya sangat berat.” Yonghwa kembali mengada-ada. “Beberapa hari yang lalu aku sempat berbicara dengannya, katanya sekarang dia sedang menjalani training di gunung untuk beberapa bulan.”
Yonghwa terpaksa berdusta, karena ia berjanji pada ayahnya akan segera mengembalikan Seohyun ke rumah mereka, dan menurutnya strategi ini cukup baik untuk membujuk Seohyun.
“Kau tahu, kamar yang kau tempati sekarang?”
Seohyun menggeleng pelan, wajahnya haus akan informasi yang berhubungan dengan Choi Minho dan anehnya ia percaya pada semua ucapan Yonghwa.
“Minho pernah menggunakan kamar itu.”
“Benarkah?” Seohyun menganga.
“Iya… kapan saja dia bisa kembali ke kamar itu.” Yonghwa kembali menjajal bakat actingnya.
“Sayang… saat Minho kembali kamu tidak bisa melihatnya. Karena kamu akan pergi dari rumah kami. Iya kan?” Bola mata Yonghwa berlari kesana kemari demi menghindari tatapan berbinar gadis itu.
Seohyun menggeleng pelan, omong kosong Yonghwa berhasil mempengaruhi otaknya. Sekarang ia nampak sedang menimbang-nimbang terkait kepergiannya dari hanok itu.
“Baiklah Seohyun, sampai jumpa.” Ucap Yonghwa kemudian, sambil berlalu dengan wajah liciknya. Ia yakin gadis itu akan kembali ke rumahnya.
***
“ABEOJIIIII…” Yonghwa merajuk sambil berteriak pada ayahnya yang saat itu sedang memotong tofu untuk menu makan malamnya.
“Gadis itu sudah membayar uang sewa kamar dan biaya kursus bahasa Korea. Kamu harus mengajarinya.”
“Aku tidak mau ayah. Aku sudah mengembalikannya ke rumah ini, kenapa aku masih direpotkan dengan urusan gadis itu? Lagian bahasa Koreanya sudah lumayan lancar. Jadi tak perlu aku ajari segala.”
“Bahasa Korea yang dia kuasai belum cukup untuk keperluan mata kuliahnya, gadis itu masih perlu banyak belajar.”
“Kenapa bukan ayah saja yang mengajarinya? Aku sibuk, selama ini aku bekerja paruh waktu, mulai dari memandikan mayat, menjadi supir pribadi, dan pengangkut barang-barang bawaan dosen di kampus. Aku tidak akan punya waktu untuk itu.”
“YA…!!!” Jung Suk Jin mengangkat pisaunya ke udara. “Upah-upahmu itu tidak lebih besar dibandingkan bayaran yang akan kamu terima dari Seohyun. Ingat tagihan kartu kreditmu dan uang yang kamu menghabiskan untuk minum.”
Yonghwa mengernyit, tak suka pada ayahnya yang semakin lama semakin materialistis.
“Bagaimana kalau aku tetap tidak mau mengajarinya?” Yonghwa menantang sang ayah.
“Kamu akan bernasib sama dengan tofu ini.” Jung Suk Jin mengangkat segumpal tofu dalam genggamannya lalu meremas tofu lembek itu sampai hancur. “Jadwal kursusnya setiap hari selasa, kamis dan sabtu. Dari jam 7 sampai jam 9 malam. MENGERTI!!”
***
Yonghwa melangkah gontai ke dalam ruangan yang dulu merupakan daerah kekuasaannya. Seohyun sudah menunggunya. Gadis itu sedang duduk di atas bantal kecil di depan meja kayu yang di atasnya sudah menumpuk beberapa buku gramer. Seohyun tersenyum ramah menyambut kedatangan dirinya. Seingat Yonghwa ini adalah sambutan teramah yang pernah di lakukan Seohyun untuknya.
Alih-alih semangat mengajar, Yonghwa malah malas-malasan lalu berbaring di atas bed cover pink milik Seohyun. “Belajarlah sendiri.” Ucapnya dengan gaya sengak yang sangat khas.
Dengan sangat terpaksa dan sedikit melupakan harga dirinya, Seohyun menunduk hormat pada Yonghwa. “Kumohon ajari aku bahasa Korea.”
“Aku benar-benar ingin belajar bahasa Korea. Aku ingin bisa berbicara lancar di depan Choi Minho”
“Tidak ada yang bisa membantumu, selain dirimu sendiri.” Ucap Yonghwa cuek sambil menyilangkan kaki di atas ranjang. Namun seketika wajahnya berubah menjadi panik saat seseorang hendak membuka pintu kamar Seohyun. Yonghwa yakin itu pasti ayahnya dan ia pun segera meluncur ke lantai.
“Aku Jung Yong Hwa, akan menjadi gurumu mulai dari sekarang.” Yonghwa beracting saat ayahnya sudah bergabung di sana untuk mengantarkan teh.
“Jung Yunk Hwa?” untuk pertama kalinya Seohyun menyebut nama Yonghwa.
“Bukan begitu cara bicaranya.” Tuan Suk Jin ikut menyela. “Ulangi setelah aku ya. Yong Hwa.”
“Yunk Hwa.” lagi-lagi Seohyun salah mengeja.
“Yong Hwa.” Tuan Jung kembali mengulang.
“Yunk Hwa.” Seohyun tetap pada pendiriannya, yang kemudian di sambut gelak tawa Seungri dan Daesung yang sejak tadi mengekor di belakang tuan Jung. Si pemilik nama pun berusaha menahan tawa saat melihat tingkah aneh sang ayah dan Seohyun.
Tuan Jung mengalah lalu segera pamit pada mereka. “Maaf mengganggumu, silakan di lanjutkan lagi belajarnya dan selamat menikmati tehnya.”
Setelah kepergian ayahnya, Yonghwa kembali memasang tampang malas-malasan. Kini dirinya sedang bersandar pada tembok di mana poster ultraman miliknya di tempel.
“Bagaimana kamu bisa berbicara bahasa Korea?”
“Aku banyak menonton drama Korea dan Ayah sedikit mengajariku. Jika ibuku masih ada, mungkin aku sudah lancar berbahasa Korea.”
Yonghwa menganguk pelan, ia sedikit tahu riwayat gadis blasteran Korea-Jepang ini dari sang ayah. Lalu ia menatapnya diam-diam. Gen ibunya berhasil diturunkan sempurna pada Seohyun, wajah cantik itu khas orang-orang Korea, belum lagi dukungan nama Seo Joo Hyun, orang tidak akan menyangka kalau dia berasal dari Jepang.
“Selain itu, sebelum aku terbang kemari, aku sempat kursus kilat bahasa Korea, namun hasilnya kurang maksimal.”
“Hmm…Baiklah Seohyun.” Setelah merasa cukup berbasa-basi Yonghwa segara memulai pelajarannya “Karena ini hari pertama kita. Kita akan mulai dari dasar.”
***
Boxing Practice room, Ansei University
“Siapa yang sedang kalian bicarakan?” Yonghwa bertanya pada Daesung yang sedang bermain skipping.
“Siapa lagi kalau bukan Seo Joo Hyun, satu-satunya gadis cantik yang tinggal di hanok kita.”
“Cih…apa istimewanya dia? Badan kurus kering begitu.” Yonghwa mencibir pada dua sahabatnya yang sedang heboh menggosipkan Seohyun.
“Setidaknya dia cantik.” Seungri segera menyela sekaligus memberi pembelaan pada Seohyun.
“Cantik dari mana? Sama sekali tidak menarik. Standar kalian benar-benar payah.”
“YA…” Emosi Seungri mulai terpancing. “Katakan sejujurnya Yonghwa-ah. Tidak ada yang terjadi antara kamu dan Seohyun kan?”
“Apa maksudmu?”
“Apa yang kalian berdua lakukan di dalam kamar?”
“Tentu saja kita belajar, emang ngapain lagi?”
“Bisa saja kan kalian melakukan hal-hal lain diluar itu.”
Yonghwa terbahak, bisa-bisanya Seungri berpikiran seperti itu. “Paboo! YA…Seungri-ah sebaiknya kau cuci otak kotormu itu. Aku tidak ingin mengikuti jejak sesat kalian. Seleraku soal cewek sangat tinggi! Aku tidak mungkin tergoda oleh gadis itu.”
“Oke…kalau begitu, bisakan aku menggantikanmu sebagai guru bahasa Koreanya?” kali ini Daesung yang bersuara diiringi senyum lebar yang menenggelamkan matanya.
“Ya ampun, apa yang terjadi dengan kalian berdua?” Yonghwa menatap gemas Seungri dan Daesung bergantian. Tidak menyangka, gadis Jepang itu sudah berhasil meracuni otak dua sahabatnya ini. Dengan satu gerakan boxingnya, lengan Yonghwa mengapit kepala mereka di bawah ketiaknya lalu mengadukannya. Mereka bertiga pun tenggelam dalam tawa, sampai akhirnya suara bariton Ok Taecyeon menghentikan keceriaan itu.
“Jung Yong Hwa!” Taecyeon berseru tegas. “Ngapain kamu di sini? kamu sudah keluar dari klub tinju, ini bukan tempatmu lagi.”
Yonghwa adalah atlet tinju berbakat yang pernah dimiliki Ansei Unversity. Di berbagai kejuaraan dirinya selalu meraih kemenangan. Untuk satu alasan pribadi, bulan lalu Yonghwa mengundurkan diri dari dunia tinju yang telah membesarkan namanya.
“Ya…kenapa bicaramu kasar sekali?” Seungri melakukan pembelaan.
“Lihatlah! kamu keluar dari klub tinju hanya untuk berteman dengan orang-orang bodoh seperti mereka.”
Yonghwa cukup bersabar, tidak ingin terpancing dengan mulut kasar Taecyeon. Ia sudah tahu sifat jelek Taecyeon sejak dirinya masih bergabung dengan klub tinju Ansei dan Taecyeon selalu menganggap dirinya sebagai rival terberatnya.
“Hey! Jaga omonganmu!” Daesung berteriak pada Taecyeon.
Taecyeon meradang menatap tajam pada Daesung “Tak perlu berteriak padaku brengsek!”
“Maaf…”
Akhirnya Yonghwa membuka suara. “Katakan maaf pada teman-temanku.”
“Cih…kau ingin memukulku?” Taecyeon menantang.
Sudah lama Yonghwa tidak meninju orang, ingin sekali rasanya ia meninju wajah sombong Taecyeon.
“Ooh… I’m so scared!!” Taecyeon mencibir sekaligus menyindir karena Yonghwa belum juga melayangkan tinju padanya.
“Aish…dasar brengsek!” Yonghwa yang pada akhirnya terpancing, sudah siap melayangkan tinju saat Seungri dan Daesung mencekal lengannya.
“Sudahlah, tak perlu kau ladeni dia.” Seungri menengahi, “Ayo pergi dari sini...”
“Dasar pengecut.” Taecyeon berteriak kesal.
***
“Apa masalahmu?” Seohyun tiba-tiba menyerang Yonghwa.
Saat itu Yonghwa sedang duduk santai di tangga depan taman kampus. Setelah pertemuannya dengan Taecyoen yang cukup menyita emosi. Kini, Seohyun berdiri di hadapannya dengan tatapan yang cukup mengerikan.
Yonghwa menghela napas lalu menunduk sejenak. Walaupun moodnya sedang kacau, Yonghwa berusaha meredam emosinya, tidak ingin tepancing dan melakukan peperangan dengan gadis yang sudah siap meledakan amarahnya itu.
“Gara-gara kamu, aku dipermalukan di depan kelas!” Seohyun mulai berteriak. “Sekarang, dosenku marah padaku!”
Yonghwa tahu cepat atau lambat gadis itu akan marah karena dirinya dengan sengaja melakukan kekacauan besar yang sangat merugikan Seohyun.
Di hari pertama kursus, Yonghwa mengajarkan Seohyun cara perkenalan diri dengan bahasa Korea yang sangat kasar. Lalu semalam ia memberikan Seohyun bahan presentasi pribahasa yang tidak semestinya dibawa ke dalam area kampus.
“Kamu anggap aku ini apa?” Seohyun yang tambah kesal dengan sikap cuek Yonghwa mulai kehilangan kendali.
Beberapa mahasiswa yang lalu lalang disekitar taman kampus melirik penasaran kearah mereka.
Yonghwa sudah tak tahan dengan temperamen Seohyun, ia memilih beranjak dari tangga dan berlalu meninggalkan Seohyun.
BUKK… sesuatu mengahantam punggung Yonghwa saat ia sudah berjalan beberapa langkah. Ia segera berbalik dan melihat ke bawah, ada sebuah binder tergeletak di sana.
“Berhenti bermain-main denganku!” Seohyun berseru setelah berhasil menghantam punggung Yonghwa dengan bindernya.
“Apa maumu?” Yonghwa mulai tepancing. Gadis ini benar-benar mengajaknya perang.
“Seharusnya kau mengajariku dengan benar!”
“Ya… seharusnya memang begitu. Tapi itu tidak akan berhasil, karena aku tidak mau menjadi pengajarmu!”
***
Bab 3
Setelah pertengkaran hebat itu, Seohyun tidak pernah lagi melihat sosok Yonghwa di kampus dan ia pun sudah jarang menemukan tampang sengak pria itu di rumahnya. Tentu saja Seohyun mengucap syukur, karena bagaimanapun Yonghwa masih ia anggap sebagai sumber kekacauan nomer satu yang membuat hari-harinya di Korea menjadi suram.
Namun, pada suatu malam di tengan hujan lebat, Seohyun melihat tuan Suk Jin masih terjaga dan berdiri di halaman hanok. Ia terlihat mondar-mandir di depan pintu utama hanok. Pintu itu sengaja tidak ia kunci karena tuan Suk Jin berharap anaknya pulang dan membuka pintu itu dari luar.
Seohyun tidak tahu, apakah ini sekedar empati atau perasaan sayangnya pada tuan Suk Jin? Karena pada saat ia melihat pemandangan itu, dirinya seperti melihat sosok ayahnya yang sedang bersedih hati.
Tuan Suk Jin menjadi satu-satunya alasan mengapa Seohyun bertahan tinggal di hanok itu. Mungkin benar, Tuan Suk Jin sudah Seohyun anggap seperti ayahnya sendiri. Dan demi melihat wajah sendunya itu, Seohyun ingin sedikit menghiburnya.
“Ahjeosshi…” Seohyun tersenyum dan melambai pada Tuan Suk Jin.
Dengan payungnya Tuan Suk Jin berlari di bawah hujan lalu menghampiri Seohyun yang sedang duduk di teras. “Sudah larut, kenapa belum tidur? Apa kau ingin dibuatkan makanan?”
Seohyun segera menggeleng, tentu saja bukan itu tujuan Seohyun memanggilnya “Aku ingin menemanimu. Aku tahu ahjeosshi sedang menunggu Yonghwa pulang.”
Tuan Suk Jin tersenyum pelan, menyadari ejaan Yonghwa yang gadis itu ucapkan sudah benar.
“Aku cuma berharap dia tidak bekerja terlalu keras, karena itu akan melukai dirinya sendiri.”
“Bekerja?”
Tuan Suk Jin mengangguk pelan. “Yonghwa terus bekerja keras demi mengumpulkan uang. Walaupun hasilnya tidak pernah ia habiskan untuk dirinya sendiri.”
“Maksud paman?” hampir satu bulan Seohyun tinggal di hanok itu. Tapi ia tidak pernah tahu apa-apa tentang Yonghwa.
“Dulu… saat Yonghwa masih menjadi atlet tinju, ia mengikuti sebuah kejuaraan bergengsi di kampusnya. Di partai final Yonghwa berhasil mengalahkan lawannya dan keluar sebagai pemenang.”
Tuan Suk Jin menghela napas dan terdiam sesaat. Seohyun melihat sorot mata sendunya menerawang menatap langit.
“Tapi kemenangan itu malah jadi petaka untuk Yonghwa. Sampai akhirnya ia memutuskan untuk meninggalkan dunia tinju.”
“Jadi setelah kemenangan itu, Yonghwa tidak pernah bermain tinju lagi?”
Tuan Suk Jin menoleh pada Seohyun yang sedang menatapnya penasaran. Ini adalah luka lama anaknya dan ia tidak pernah membaginya pada siapapun. Tapi gadis ini pengecualiannya.
“Petinju yang menjadi lawan Yonghwa mengalami koma akibat pukulan keras Yonghwa yang mendarat tepat di kepala bawahnya.” Beberapa kali tuan Suk Jin menarik napasnya. Matanya sudah berkabut oleh air mata.
“Seolah tidak cukup dengan pengunduran dirinya dari dunia tinju. Yonghwa selalu menyalahkan dirinya atas peristiwa itu. Setiap hari ia bekerja paruh waktu untuk mengumpulkan won demi won agar bisa menyambung biaya pengobatan petinju itu…” Tuan Suk Jin segera menghapus genangan air matanya. Ia tidak ingin terlihat cengeng di depan Seohyun.
“Ahjeosshi…” Seohyun terenyuh mendengar kisah pahit yang tuan Suk Jin ceritakan tentang anaknya. Mendadak rasa bersalah meliputi Seohyun saat mengingat pertemuan terakhirnya dengan Yonghwa.
***
Teringat kisah kelam Yonghwa semalam, siang itu sehabis jam kuliah Seohyun mengunjungi tempat latihan boxing. Ruangan itu terasa kosong dan hampa, tak ada seorangpun disana. Namun pada saat Seohyun berkeliling, pandangannya tak sengaja menangkap sosok Yonghwa sedang tertidur pulas di atas sofa merah.
Walau sudah resmi meninggalkan dunia tinju. Yonghwa tak pernah melepaskan mimpinya sebagai atlet tinju professional. Tempat latihan boxing itu buktinya, diam-diam Yonghwa masih melakukan latihan di sana dan tempat itu seperti rumah kedua baginya.
Seohyun mendekat ke arah sofa merah itu. Menatap Yonghwa yang terlelap dan memperhatikan wajah damai itu lekat-lekat. Mata bulatnya, bulu mata panjang, alis tebal, hidung runcing, bibir yang sedikit tebal dan spike rambutnya, bisa dirangkum dalam satu kata ‘tampan’. Sejenak Seohyun terhisap oleh pesona wajah tampan itu.
Namun tiba-tiba Yonghwa bergerak, membuat Seohyun buru-buru mundur dan menjauh, tidak ingin tertangkap basah karena sedang memandang wajahnya. Beruntung pria itu tidak terbangun, ia hanya membenarkan posisi kepalanya.
“Yonghwa bangun…” Seohyun menepuk pundak Yonghwa.
Yonghwa tidak bergeming.
“Bangun Yonghwa-ah!!!” Kali ini Seohyun mengguncang tubuh Yonghwa.
Tubuh Yonghwa tidak bereaksi.
“Banggguuuunnnn…..” Seru Seohyun di dekat telinganya.
Yonghwa hanya menggeliat, masih menolak untuk bangun.
Seohyun tidak putus asa. Ia menyentil keras jidat Yonghwa dengan dua jarinya.
“Aww…” Yonghwa mengerang kesakitan sambil mengelus-ngelus jidatnya, mengangkat kedua kelopak matanya dan melihat ada Seohyun di depannya. “Sedang apa disini?”
“Cepat pulang, ayahmu sangat mencemaskanmu.”
“Cerewet! kamu kan bukan istriku. Biarkan aku sendiri.”
“Kontrak kursus kita belum berakhir.”
“Terus?”
“Setidaknya kamu pulang untuk memberikan sisa materi padaku.”
“Aku sudah berhenti menjadi gurumu.”
“Materi kuliahku sudah semakin sulit dan kita sudah tertinggal jauh. Kau harus tetap mengajariku.”
“Ya…ya…arasho…bawel sekali. Tapi sekarang aku sangat lelah, belajarnya lain waktu saja.”
“Tidak! sekarang juga kamu harus pulang.” Seohyun meraih tubuh Yonghwa berusaha membangunkannya.
“Aish…aku bisa bangun sendiri.” Yonghwa menyingkirkan tangan Seohyun di lengannya.
Setelah Yonghwa terbangun. Ponselnya tiba-tiba berdering.“Hmm…Seohyun-ah? Iya dia bersamaku sekarang…Memangnya kenapa? Oh…baiklah.”
Yonghwa menyodorkan ponselnya pada Seohyun. “Ji Hyo ingin bicara denganmu…”
Selama ini Seohyun berteman baik dengan mentornya Song Ji Hyo. Terakhir Seohyun mengetahui bahwa Ji Hyo diam-diam menyimpan hati pada Yonghwa. Menyadari bahwa Seohyun tinggal satu rumah dengan Yonghwa membuat Ji Hyo selalu menggunakan dirinya agar bisa mengobrol dengan Yonghwa di telpon. Namun kali ini Ji Hyo benar-benar ingin berbicara dengan Seohyun.
“Benarkah?” jerit Seohyun memekakkan telinga. Sorot matanya berbinar-binar.
Yonghwa mengangkat sebelah alisnya dan menatap Seohyun dengan heran. Sorot mata berbinar itu pernah ia liat sebelumnya.
“Onni sudah mendapatkannya? Ah…onni! Akhirnya aku bisa bertemu dengannya.” Yonghwa masih mengawasi Seohyun yang kini mulai berjingkrak-jikrak kegirangan.
“Baiklah… aku akan segera kesana…Kamsahamnida.”
***
Seohyun sedang sibuk mengerjakan sesuatu di kamarnya. Meja belajarnya penuh sesak. Selain laptop beberapa lembar kertas kosong tergeletak di sana. Berbagai alat tulis, crayon, cat air ikut menyemarakan kecerian meja itu.
“Apa yang sedang kau kerjakan?” Yonghwa muncul di balik hanji kamar Seohyun yang terbuka, sedikit membuyarkan konsentrasi Seohyun yang terlihat khusuk menggambar sesuatu di atas kertas.
Seohyun hanya menoleh sekilas dan tersenyum pada Yonghwa, lalu kembali fokus pada gambarnya.
“Bukankah seharusnya kita belajar?” ujar Yonghwa sambil melihat keadaan kamar Seohyun yang berantakan. Di sana-sini tergeletak berbagai alat tulis yang berwana-warni, sepertinya gadis itu sedang membuat sebuah prakarya.
“Katanya ingin cepat-cepat menyusul materi pelajaran yang tertinggal?” Yonghwa merayu agar Seohyun segera berpaling dari gambar dan segala bentuk prakarya sialan itu.
“Ya ampun… aku lupa...” Seohyun menepuk jidatnya.
“Bisa kita mulai sekarang?” Yonghwa berseru dengan semangat, tidak biasanya dia semangat mengajar seperti ini.
“Tapi…saat ini aku benar-benar sedang sibuk.”
Yonghwa yang hendak menerobos masuk ke kamar Seohyun segera mengurungkan niatnya.
“Aku harus menulis surat untuk Minho dan mempersiapkan hadiah yang akan aku berikan nanti saat bertemu dengannya.”
“Mwo?” Yonghwa tercengang. “Kau sudah menemukan alamatnya?”
“Ne… Aku mendapatkannya dari Ji Hyo onni…”
“Oh…” Yonghwa membulatkan mulutnya, berita itu membuat hatinya tidak tenang.
“Besok saja kita belajarnya.” Seohyun tersenyum manis pada Yonghwa sebagai sogokan karena ingin bolos dari kursus.
Yonghwa mengerjapkan matanya ketika melihat senyuman itu. Jantungnya mendadak berdebar cepat. Tidak ingin kegugupannya disadari Seohyun, ia segera mengalihkan pandangannya pada kertas-kertas yang berceceran di lantai, tangannya mengambil secarik kertas. Bukan kertas, tapi selembar foto.
Di dalam potret itu Yonghwa melihat Seohyun berpose dengan seorang pria tampan. Keduanya tersenyum dan sama-sama membentuk V sign dengan jarinya.
“Choi Minho?” Bisik Yonghwa dalam hati saat melihat pose bahagia itu. Yonghwa mengangkat wajah lalu mengembalikan foto itu pada Seohyun.
“Kalian terlihat serasi di sini.”
Sejak kapan dirinya jadi pembohong ulung? Jelas-jelas ada perasaan tidak suka saat Yonghwa melihat foto itu.
Seohyun tersenyum malu saat menerima foto itu dari tangan Yonghwa “Kau tahu apa yang Minho sukai?”
Yonghwa mengangkat bahunya enggan.
“Apakah dia akan menyukai hadiahku ini?” kali ini, tangan Seohyun mengangkat sesuatu. Sebuah buku bersampul merah yang sudah dipenuhi berbagai macam hiasan tangan. Yonghwa menduga itu semacam hand made book yang di isi foto-foto atau semacamnya. Entahlah ia tidak peduli.
“Aku nggak tahu. Dan aku nggak mau tahu. Aku bukanlah Choi Minho-mu itu.” Yonghwa meracau sewot dengan ekspresi galak yang tidak seharusnya ditunjukan kepada Seohyun jika dirinya memang sahabat Choi Minho.
“Kamu kenapa?” Seohyun menatap bingung Yonghwa yang terlihat gamang.
Yonghwa terdiam sebentar, menyadari ucapannya sedikit berlebihan. “Periksa ejaanmu, sebelum kau memberikan suratnya pada Choi Minho.” Jawab Yonghwa sambil menutup hanji dengan kasar.
“Dasar pria aneh!” umpat Seohyun dalam hati.
***
Yonghwa melangkah perlahan di bawah langit malam yang bertaburan bintang. Sebelah tangannya menjinjing kantong plastik yang berisi dua botol soju.
Hari ini banyak masalah yang tidak menyenangkan hatinya. Selepas makan malam tadi, Yonghwa dan ayahnya terlibat obrolan serius terkait karirnya di dunia tinju. Satu topik yang selalu Yonghwa hindari untuk dibahas.
Sang ayah menginginkan dirinya kembali ke dunia tinju dan berhenti menyalahkan diri sendiri atas kecelakaan yang dialami SungMin—petinju yang menjadi lawannya di partai final—Tentu saja menurut Yonghwa itu bukan kecelakaan. Itu semua murni kesalahannya sehingga mengakibatkan SungMin koma. Dan mengundurkan diri dari dunia tinju adalah jalan terbaik untuk menebus dosanya.
Selain itu, Yonghwa semakin dibuat kesal begitu mengingat apa yang yang diceritakan Ji Hyo padanya. Ji Hyo mengatakan kalau hari ini Seohyun pergi ke Kangwondo untuk bertemu Choi Minho. Lengkap sudah kekesalannya. Sekarang dirinya hanya ingin meneguk soju untuk sedikit menenangkan pikiran kacaunya.
Ketika sudah sampai di depan rumah. Yonghwa sedikit kaget saat melihat Seohyun sedang duduk di depan pintu hanok sambil menundukan kepalanya.
“YA…sedang apa di sini?” Yonghwa berteriak pada Seohyun. Menemukan sasaran empuk untuk meluapkan kekesalannya.
Seohyun mengangkat wajah. Di pipinya pecah dua aliran sungai air mata yang terus mengalir. Terisak semakin keras saat melihat Yonghwa di depannya.
Yonghwa tercengang. Menyesali perbuatannya karena sudah berteriak pada gadis itu. Ini pertama kalinya Yonghwa melihat Seohyun menangis bahkan merengek keras seperti bocah 3 tahun yang kehilangan mainannya.
Linangan air mata itu membuatnya resah. Yonghwa lebih rela melihat wajah sinis Seohyun dari pada wajah sedih seperti itu. Dan demi linangan air mata itu Yonghwa mengajak Seohyun ke suatu taman di sekitar rumahnya untuk mengobrol dan minum bersama.
“Dia pasti pulang dengan pacarnya.” Tanggapan Yonghwa setelah mendengar kisah pahit Seohyun yang gagal bertemu Minho di camp wajib militernya, dan katanya pria itu sudah dulu di jemput oleh seorang wanita.
“Mereka bilang hanya teman wanita kok…” Sahut Seohyun menghibur diri. Tentu saja ia berharap gadis yang dimaksud penjaga camp itu hanyalah teman Minho.
“Iya…maksudnya pacar….” Ucap Yonghwa tak mau kalah. Sama sekali tidak berniat menghibur Seohyun yang sedang patah hati.
“Mereka bilang hanya teman bukan pacar….” Ulang Seohyun sekaligus meyakinkan dirinya sendiri.
“Iya… iya…hanya teman. Maafkan aku…” Akhirnya Yonghwa mengalah.
Sebuah gantungan kaca bening berbentuk hati dikeluarkan Seohyun dari dalam tas tangannya. Di dalam kaca bening itu terdapat gulungan benang merah.
“Akai ito.” Seohyun bergumam. “Artinya tali merah yang akan menghubungkanmu dengan pasangan hidupmu. Aku mau lihat, apakah Minho Akai ito ku...” Ucap Seohyun dengan tatapan menerawang dan suara yang mulai serak.
Yonghwa mengamati gantungan kaca itu di telapak tangannya lalu melirik Seohyun yang mulai terisak di sampingnya.
“Minumlah…” Yonghwa menyodorkan segelas soju pada Seohyun. “Ini adalah hal terbaik untuk hati yang sedang hancur…”
Seohyun menerimanya walau sedikit ragu. Soju terlalu pahit untuknya. Satu tegukan tak berhasil meredakan kesedihannya, karena dirinya terus saja menangis. Menangis karena takut Choi Minho bukanlah Akai ito-nya.
Yonghwa memegang dagu Seohyun supaya gadis itu menghadapnya “Jangan menangis….” Jari-jari tangannya menghapus lembut air mata yang mengalir di pipi Seohyun. “Aku tidak tahan jika melihat wanita menangis.”
Walau sedikit heran dengan perlakuan lembut Yonghwa padanya, Seohyun merasakan ada kehangatan menjalar di rongga hatinya.
Menit-menit berikutnya mereka isi dengan joke ringan yang bisa membuat mereka melupakan sejenak kemelut hidup masing-masing.
Setelah menghabiskan 2 botol soju bersama, mereka mulai menunjukkan gejala mabuk sekaligus mengantuk karena jam memang sudah menunjukkan pukul 1 malam.
Yonghwa membawa kepala Seohyun mendekat dan menaruhnya di pundaknya. Mereka berdua duduk dalam ketenangan yang menghangatkan jiwa masing-masing. Satu malam yang pasti akan mereka kenang sampai kapanpun. Malam yang mereka habiskan bersama hingga pagi menjelang.
***
Bab 4
Seohyun dan Yonghwa berjalan beriringan di tengah keramaian kampus. Gelak tawa mewarnai langkah mereka, tidak ada lagi tatapan sinis dan teriakan. hubungun mereka semakin lama semakin membaik.
Mereka baru selesai tampil dalam sebuah acara kuis yang rutin diselenggarakan pada pagelaran Ansei festival. Acara kuis yang melibatkan mahasiswa asing dan lokal dalam satu tim. Para mahasiswa asing akan menjawab setiap kosa kata dalam bahasa Korea sesuai petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh rekan satu timnya.
Yonghwa dan Seohyun ada dalam satu tim yang sama untuk meraih score dalam kuis itu. Alih-alih membawa pulang hadiah 300 ribu won dan keluar sebagai pemenang mereka malah mempertontonkan lawakan segar di panggung itu.
Di tengah keramaian itu mereka berpapasan dengan Taecyeon dan gerombolannya.
Taecyeon menyapa Yonghwa dengan tatapan sinis seperti biasanya. “Lihat dirimu! Tampaknya kau sangat bersenang-senang.”
“Tinggalkan kami!!!” Sahut Yonghwa pendek. Malas meladeni pria kekar itu.
“Bukankah seharusnya kau berlatih di tempat gym? Kau sudah lama meninggalkan tinju, kusarankan agar kau segera melatih otot-ototmu itu.
Yonghwa mengernyitkan dahi, tak paham. “Apa yang sedang kau bicarakan?”
“Kau akan melawanku di babak penyisihan. Kau harus banyak berlatih jika ingin menang dariku.” Taecyeon mencibir disambut seruan ‘hu’ oleh antek-anteknya.
Yonghwa semakin bingung dibuatnya. Ia sama sekali tidak tahu arah pembicaraan Taecyeon.
“Aku jamin pertandingannya tidak akan bertahan lebih dari 5 menit.” Taecyeon berbisik ditelinga Yonghwa saat hendak berlalu.
“Dia bicara apa sih?” Yonghwa mendengus sebal saat Taecyeon dan anteknya sudah pergi.
“Itu…” Seohyun menatap ragu Yonghwa yang tampak linglung.
Kemarin siang, Seohyun tidak sengaja menemukan formulir pendaftaran turnamen tinju saat ia mengambil buku catatannya yang tertinggal di kamar Yonghwa. Tanpa sepengetahuan dan ijin Yonghwa, Seohyun nekat mengembalikan formulir tersebut ke panitia penyelenggara turnamen tinju.
“Ada yang kau sembunyikan dariku?” Yonghwa bertanya saat menangkap sesuatu yang janggal dengan tingkah Seohyun.
“Aku mengembalikan formulirnya.”
“Mwo? Maksudmu formulir turnamen tinju?” Yonghwa memicingkan mata. Tajam menatap Seohyun yang kini tertunduk takut.
“Ya. Aku yang mengembalikannya….” Ulang Seohyun dengan perasaan getir saat melihat tatapan Yonghwa yang menusuk. Ia tahu akan seperti ini kejadiannya. Pria itu akan sangat marah. Sangat-sangat marah padanya.
Tanpa berkata-kata Yonghwa segera angkat kaki dari hadapan Seohyun. Ia kesal pada Seohyun tapi terlalu lelah untuk marah-marah pada gadis itu.
“Kau harus tetap bertanding Yonghwa–ah.”
Teriakan Seohyun menghentikan langkahnya. Yonghwa berbalik dan melihat tatapan sendu gadis itu.
“Untuk SungMin dan untuk mimpimu menjadi petinju profesional.”
Yonghwa kembali mendekat, menatap tajam Seohyun tepat di matanya.
Seohyun mengigit bibirnya, hatinya terasa sakit saat melihat tatapan tajam itu. “Aku ingin kau bertanding di dalam ring lagi. Aku tahu kamu juga menginginkannya.”
“Kau tidak tahu apa-apa!”
Seohyun membuka mulut. “Apa yang terjadi pada SungMin bukanlah kesalahanmu...”
“Berhenti!” Yonghwa mengeraskan rahangnya. Ia sudah tak tahan lagi. “Kau pikir kau tahu segalanya tentangku, huh?”
Seohyun tidak bereaksi. Menurutnya sikap Yonghwa sudah keterlaluan.
“Kau tidak tahu apa-apa tentang diriku!” Yonghwa kembali berseru dengan tatapan nanar.
“Kau benar! Aku memang tidak mengenalmu!”
***
Di hari terakhir festival Ansei Seohyun terlihat menyendiri dan melangkah gontai keluar dari gedung perkuliahan. Saat kedua kakinya sedang menuruni tangga panjang di depan gedung tersebut dirinya berpapasan dengan seorang pria jangkung berkacamata gelap.
“Minho?” lidah Seohyun tiba-tiba menyebutkan satu nama kramat itu.
Pria jangkung itu pun menghentikan langkahnya dan berbalik mencari sumber suara yang tadi memanggilnya. Matanya menemukan sosok yang selama ini ia kenal.
“Seo Joo Hyun...” Minho menyapa sambil melepas kaca mata gelapnya “Sedang apa di sini?”
“Minho?” seakan masih tidak percaya Seohyun kembali menyebut namanya. “Bukankah seharusnya kau berada di—”
Seohyun tercekat tak sanggup melanjutkan kalimatnya saat Minho tiba-tiba memeluknya. Ia syok sekaligus bingung dengan pelukan mendadak itu.
Ketika Minho sudah melepaskan pelukannya, Seohyun hanya bisa bengong dan mamatung kaku. Reaksi yang terlalu biasa untuk menyambut pelukan Choi Minho. Prince charming yang selama ini duduk di tahta tertinggi kerajaan hatinya.
“Kamu semakin cantik Seohyun.” Minho tersenyum memamerkan barisan gigi putihnya.
Seohyun ikut tersenyum walau terasa sedikit hambar.
Minho menarik tangan Seohyun dan mengajaknya berkeliling kampus untuk menghabiskan sore sambil menunggu acara puncak pagelaran seni Ansei festival.
“Ayahmu apa kabar? Baik-baik saja kan?” Minho memulai pecakapan. Ia cukup mengenal Seohyun dan ia pun kenal baik dengan ayahnya. Hampir setiap hari Minho berkunjung ke kedai udon milik ayah Seohyun saat ia menghabiskan liburannya di Osaka.
Seohyun mengangguk pelan dan tersenyum canggung, tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Ia kehilangan gairah untuk mengobrol lebih jauh. Pikirannya melayang entah kemana. Seohyun pun mengutuk dirinya sendiri yang tidak bisa bersikap hangat pada Minho.
Seohyun sadar ini adalah satu moment yang paling ia tunggu dalam hidupnya. Bertemu dengan Choi Minho, sosok yang membawanya terbang ke Korea. Namun di saat yang sama hatinya merasa hampa. Hampa karena sudah beberapa hari dirinya dan Yonghwa tidak bertegur sapa. Pria itu masih marah padanya.
Yonghwa tetaplah pembuat onar yang seenaknya muncul dipikiran Seohyun saat seharusnya ia merasa bahagia karena harapannya bertemu Minho menjadi kenyataan.
Mereka berdua terus melangkah dalam diam. Baik Minho maupun Seohyun belum bisa memecahkan kecanggungan yang hadir di antara mereka. Di dalam langkah diam itu Seohyun menangkap sosok Yonghwa sedang berdiri di depan salah satu panggung parade kesenian.
Dia berdiri sendirian tanpa ditemani Seungri dan Daesung. Bersama Choi Minho, Seohyun memutuskan untuk menghampirinya.
“Yonghwa…” Seohyun memangilnya walau sedikit ragu.
Yonghwa menoleh dan mendapati Seohyun sedang menghampirinya dengan seorang pria berwajah menawan. Pria yang berpose dengan Seohyun di dalam foto yang pernah ia lihat. Hari ini Yonghwa benar-benar melihat mereka berdua dengan mata kepalanya sendiri. Ia harus mengakui dirinya sama sekali tidak ingin melihat mereka berdua bersama.
“Apa dia temanmu?” Tanya Minho pada Seohyun setelah jarak mereka memungkinkan untuk melakukan pembicaraan.
“Tunggu.” Seohyun menatap dua lelaki itu bergantian. Dirinya seperti sedang berdiri di antara dua lelaki yang tidak saling mengenal. “Bukankah kalian berteman?”
“Kurasa tidak.” Jawab Minho. Tatapannya tertuju lekat pada Yonghwa. “Aku tidak pernah bertemu dengannya.”
Sontak Yonghwa menunduk ketika kebohongan terbesarnya terungkap.
“Kau bilang dia temanmu.” Seohyun mendesak saat Yonghwa hendak kabur dari hadapannya.
“Apa yang sebenarnya terjadi?”
Yonghwa menatap Seohyun dengan wajah dingin. “Aku berbohong kalau aku berteman dengannya, kau puas?”
“Apa?” Seohyun meringis.
“Setidaknya sekarang kau sudah bertemu dengannya.” Yonghwa berkilah, seakan-akan kebohongannya adalah suatu yang wajar. “Itu kan yang kau inginkan?”
Seohyun mengerjap, pandangannya mulai terasa kabur. Ia tidak tahu di mana letak kesalahannya sampai Yonghwa tega menipunya.
“Beginilah aku, Aku seorang pembohong dan penipu! Dan aku selalu seperti ini!” Yonghwa berbalik dan segera pergi meninggalkan Seohyun, ia tak ingin melihat gadis itu menangis di depannya.
Seohyun menatap perih punggung Yonghwa yang semakin menjauh dan akhirnya menghilang di tengah keramaian.
“Pengecut!” Seohyun bergumam pelan, air matanya pecah. “Apa susahnya bilang maaf? Tidak seharusnya kau memarahiku seperti itu.”
***
Bab 5
Yonghwa membuang pandangan ke luar jendela. Kota Seoul belum menunjukan tanda-tanda mengantuk. Jam memang sudah menunjukan pukul sebelas lewat, namun jalanan masih dipenuhi pejalan kaki dan mobil-mobil yang berlalu lalang. Bangunan-bangunan di sepanjang jalan seakan sedang berlomba-lomba menerangi seluruh kota, membujuk orang-orang untuk menikmati indahnya suasana malam musim panas di kota Seoul.
Keindahan malam itu tidak berhasil mengeyahkan wajah sedih Seohyun dalam benaknya. Tatapan sendu gadis itu menyisakan luka perih yang mendalam di hatinya.
Yonghwa membanting punggungnya ke sandaran kursi bis. Ia benci dirinya yang seperti ini dan hanya ada satu tempat yang ingin ia kunjungi sekarang. Rumah sakit di mana SungMin dirawat.
***
Seoul Hospital
Yonghwa masuk ke kamar rawat SungMin dan hatinya tetap merasa begitu berat saat melihat tubuh tak berdaya itu.
Yonghwa menghampiri tempat tidur dan memperhatikan wajah damai SungMin dengan mata yang selalu terpejam. Kepalanya masih di perban, begitu juga dengan beberapa peralatan cangih kedokteran yang masih menempel di tubuh lemahnya.
Yonghwa menarik kursi dan duduk di sisi tempat tidur. Ia tersenyum lemah.
“Ini aku,” bisiknya pelan.
SungMin tetap diam dan tidak bergerak.
“Kukira aku tidak pernah mengatakan hal ini sebelumnya padamu.” Yonghwa menarik dalam napasnya. “Mianhae SungMin-ah…”
“Aku selalu bertindak seolah-oleh tidak ada yang salah denganku.” Yonghwa berbicara sambil meratapi tubuh kaku SungMin. Matanya kini digenangi cairan hangat yang bisa meluncur kapan saja. “Aku selalu menjadi pengecut. Kau tahu….Hari ini aku melakukannya lagi. Aku selalu ingin kabur dari masalahku seperti seorang pengecut.” Yonghwa menundukan kepala sambil mengucek matanya yang semakin berair.
“Apa yang harus kulakukan SungMin-ah?” Yonghwa mengangkat wajahnya dan tercengang saat melihat SungMin mengelurakan air mata di tidur panjangnnya, tangannya yang tersambung dengan selang infusan itu bergerak perlahan.
“SungMin-ah…” Yonghwa menggenggam tangan SungMin dan ia merasakan tangan itu bergerak dalam genggamannya. Ia tersentak dan menatap wajah SungMin dengan jantung berdebar keras.
“SungMin-ah…” Air mata Yonghwa jatuh menyaksikan keajaiban di depannya.
“SungMin-ah…” Yonghwa terus memanggil SungMin, berharap SungMin bisa mendengar dan membuka matanya.
***
Seohyun duduk termenung di sebuah kursi panjang di bawah naungan pohon rindang. Semalam dirinya diajak Minho pergi ke sebuah club elit di kota Seoul. Di sana Seohyun bertemu dengan teman-teman Minho yang juga dari kalangan borjuis.
Tampilan mewah mereka seakan-akan ingin membuktikan status sosialnya yang tinggi. Seohyun merasa risih berada di sekitar mereka. Dirinya tidak akan pernah mau bergabung dengan kaum jetset seperti mereka itu kalau bukan Minho yang mengajaknya.
Di malam itu juga Seohyun melihat sisi lain dari seorang Choi Minho. Pangeran pujaannya itu ternyata seorang flamboyan yang banyak bergaul dengan wanita-wanita club. Bahkan Minho berani mencumbu seorang wanita seksi di depan matanya. Tapi entah, Seohyun justru merasa lega ketika melihat semua itu. Lega karena ia bisa melangkah bebas dari Choi Minho tanpa ada yang membebani hatinya.
Mungkin selama ini Seohyun hanya menganggap Choi Minho sebagai idolanya, seperti ia mengidolakan artis-artis Korea lainnya. Apa yang Seohyun rasakan pada Minho bukanlah cinta. Seohyun tidak pernah benar-benar mencintai Choi Minho.
“Sudah lama menunggu?” Seohyun mendongak dan melihat Choi Minho berdiri menjulang di hadapannya.
“Hari ini aku akan mengajakmu ke tempat yang paling indah di kota Seoul.” Seru Minho penuh semangat.
Seohyun menghela napas, lalu bangkit dan menatap wajah rupawan Choi Minho “Mian…aku tidak bisa ikut denganmu.”
“Wae?”
Seohyun menunduk dan menyerahkan sebuah hadiah pada Minho. “Untukmu…”
“Ah…komawo…” Minho menerima hadiah itu dengan perasaan tak enak, seakan hadiah ini adalah simbol perpisahan untuknya.
“Aku hanya ingin mengatakan ini padamu….” Seohyun meremas tangannya sendiri untuk menghilangkan rasa gugup, “Kau bukanlah Akai ito ku...”
Beberapa detik berlalu tanpa tanggapan, rasa cemas kini menyerang Seohyun.
“Sayang sekali…” sahut Minho pendek. Namun ia tetap melempar senyum manisnya pada Seohyun, tak ada sedikitpun gurat kekecewaan di wajahnya, walaupun ia tahu gadis itu sudah menolaknya.
“Minho-ah…jeongmal mianhae. Keurigo…komawo…”
Minho menatap gadis di depannya itu, perlahan ia mengacak rambutnya dengan perasaan gemas “Senang bertemu denganmu Seohyun-ah. Sampai jumpa.”
Seohyun mengangguk penuh haru, lalu melambaikan tangannya pada Minho yang semakin jauh dari pandangannya.
***
(Meanwhile at boxing tournament area…)
Jung Yong Hwa melangkah naik ke atas area ring tinju ketika namanya disebut oleh wasit. Sorakan serta tepuk tangan riuh mengiringi langkahnya. Walaupun ini baru babak penyisihan tapi animo penonton saat itu sangat tinggi. Kehadiran Jung Yong Hwa menjadi salah satu alasan di balik semua itu.
Berdiri lagi di atas ring tinju membuat Yonghwa sedikit gugup. Dia bukanlah Jung Yonghwa si atlet tinju berbakat lagi, kini sebutan yang lebih tepat untuknya adalah mantan atlet tinju yang kembali bertanding. Entah, Yonghwa tidak peduli itu.
Baginya pertandingan ini akan menjadi pembuktian bahwa dirinya bukan lagi seorang pengecut yang hanya bisa lari dari masalah. Keputusannya mundur dari dunia tinju merupakan keputusan seorang pengecut dan ia ingin memperbaikinya dengan pertandingan ini.
Yonghwa harus berjuang untuk dirinya sendiri, untuk Dong Hae, Ayahnya, dan… haruskah Yonghwa sebutkan namanya? Dirinya pun merasa aneh sejak kapan Seo Joo Hyun menjadi seseorang yang berarti dalam hidupnya. Tapi yang jelas karena gadis itu, ia berada di tempatnya berdiri sekarang.
***
Pertandingan sudah berjalan beberapa ronde. Yonghwa masih bisa bertahan dari pukulan-pukulan Taecyeon walau ia hanya sesekali membalasnya. Teknik tinjunya sudah menurun drastis dan sangat jauh jika dibandingkan dengan teknik tinju Taecyeon yang sangat terlatih.
Saat break, Yonghwa melihat Ayahnya, Daesung, Seungri, dan George—penghuni hanok asal Prancis yang juga teman karib Yonghwa—sudah ada di sekitar ring untuk memberinya dukungan. Namun ternyata dukungan itu tidak membuat keadaan semakin membaik, tapi justru sebaliknya. Yonghwa masih saja tidak bisa membalas hantaman-hantaman keras dari Taecyeon. Pria kekar itu terlalu tangguh untuknya. Tubuh Yonghwa seakan sebuah sansak yang bisa Taecyeon pukul seenaknya.
Seohyun yang berhasil di susul Seungri dan Daesung sudah nampak di tengah-tengah penonton saat tubuh Yonghwa roboh dan terkapar di atas ring akibat tinju keras Taecyeon yang mendarat tepat di wajahnya.
“Yonghwa-ah…” Seohyun berlari mendekat ke area ring tinju. Ingin memberi kekuatan pada Yonghwa. Namun justru dirinya lah yang tidak kuat menahan tangis saat melihat darah yang keluar di sekitar bibir Yonghwa.
“Berjuanglah Yonghwa-ah…” Seohyun terus berseru memberi semangat diiringi isak tangis yang semakin mengeras.
Yonghwa terkapar, lalu bangkit. Terkapar, lalu bangkit lagi. Begitulah seterusnya sampai akhirnya wasit menghentikan permainan karena kondisi Yonghwa yang tidak memungkinkan lagi untuk melanjutkan pertandingan.
“Yonghwa-ah…” semua berhamburan naik ke atas ring memapah Yonghwa yang terhuyung dengan wajah lebam di sana-sini.
Yonghwa tersenyum lega, lalu menatap bergantian orang-orang di depannya.
“Permainan yang sangat menakjubkan nak…” Tuan Suk Jin memeluk haru tubuh Yonghwa.
“Komawo aboeji… tapi aku kalah...” Yonghwa tersenyum pelan. Di balik punggung ayahnya Yonghwa bisa melihat Seohyun sedang menangis di bawah ring.
Setelah lepas dari pelukan ayahnya, Yonghwa segera menghampiri Seohyun yang berdiri di bawah sisi kanan ring. Yonghwa tersenyum lepas pada Seohyun yang masih bersimbah air mata. Ia berlutut di atas ring, membungkukkan punggungnya dan mengulurkan tangan kanannya pada Seohyun.
Seohyun mendongak melihat wajah lebam Yonghwa di atas ring. Namun ada senyum kelegaan di sana, ia pun merasa kelegaan yang sama. Tanpa menunggu lama Seohyun langsung menyambut hangat uluran tangan itu.
“Dasar cengeng.” Ucap Yonghwa setelah berhasil menggenggam tangan Seohyun.
***
Bab 6
Bandara Internasional Incheon
Seohyun tengah sibuk menyiapkan paspor dan boarding pass. Hari ini dirinya akan pulang ke Jepang. Seusai perhelatan drama tinju kemarin, tuan Suk Jin menerima telpon dari kerabat Seohyun di Jepang. Telpon itu mengabarkan bahwa ayah Seohyun mengalami kecelakaan lalu lintas.
“Ayahmu akan baik-baik saja, kamu jangan khawatir.” Yonghwa menatap Seohyun yang duduk di sampingnya. Ekspresi gundahnya masih tersirat jelas di wajah cantik itu.
Tidak ada tanggapan dari Seohyun. Ia hanya menunduk tanpa menoleh pada Yonghwa.
“Seohyun-ah…” Daesung menghampiri mereka berdua, Seungri dan George mengekor di belakang. “Sudah tiba waktunya…”
Seohyun mengela napas beranjak dari tempat duduknya, lalu menatap satu-satu semua orang yang ada di depannya. Kang Daesung, Lee Seungri, George, mereka semua adalah teman terbaik yang pernah Seohyun miliki.
“Aku pergi dulu…terima kasih selama ini kalian sudah baik padaku….”
Semua mengangguk haru, tak rela melepaskan Seohyun pergi. Mereka akan kehilangan sosok cantik di hanok itu.
“Seohyun-ah…” Suara Yonghwa memanggilnya.
Inilah bagian yang paling Seohyun benci, saat dirinya harus say good bye pada Jung Yonghwa.
“Jaga dirimu…” Yonghwa berucap dalam kegetiran.
Seohyun menatap wajah lebam Yonghwa yang sekarang di penuhi plester. Ada kilatan sedih di matanya. Cukup lama mereka tenggelam dalam tatapan, yang entah tatapan apa itu. Namun ada satu hal yang mereka sadari saat tatapan itu berlangsung. Getaran hebat dan kehangatan yang menjalar di relung hati keduanya.
“Sayonara…”
***
EPILOG
Osaka Jepang, 24 Desember 2006
“Irasshaimase…”
Kitano Azumi kembali menyambut pelanggan yang datang ke kedai udon milik ayah Seohyun. Azumi terlihat sangat sibuk melayani beberapa pelanggan yang cukup membludak di malam natal. Selama Seohyun di Korea, Azumi lah yang membantu ayah Seohyun mengurus kedai udon sederhananya itu.
“Pesanan untuk meja 3 sudah siap…” Seohyun berteriak di balik kepulan asap mangkuk udon. Setelah mendapat promosi dari sang ayah, kini Seohyun bukan pelayan kedai lagi, dirinya sudah naik pangkat menjadi koki.
“Joo Hyun bagaimana keadaanmu?” Sang ayah mengawasi putrinya yang sedang sibuk menyiapkan beberapa mangkuk udon.
“Aku baik-baik saja ayah…” Seohyun tersenyum ceria pada ayahnya yang saat itu terpaksa menjadi kasir atas permintaan Azumi.
“Baguslah…” Ayahnya mengangguk-angguk lalu ia teringat sesuatu. “Temanmu yang orang Korea itu sudah menghubungimu? Hmmm… Jung Yonghwa?”
Seohyun tersenyum mendengar aksen ayahnya saat menyebut nama Jung Yonghwa. “Kembalilah bekerja ayah, jangan menggangguku.”
“Baiklah…” Sang ayah tersenyum, seakan mengerti sikap enggan Seohyun ketika ia menyebut nama pria Korea itu.
“Seohyun kemarilah sebentar…” Seru Azumi yang sekarang sedang berdiri di depan salah satu meja pelanggan yang letaknya paling dekat dengan pintu masuk. “Ada bocah yang bermain-main dengan kita...”
“Aku sedang sibuk Azumi… bocah siapa maksudmu?” Sahut Seohyun yang masih sibuk dengan mangkuk odon dan kepulan asapnya.
“Kamu liat sendiri kesini.” Azumi kembali berteriak.
Jarak mereka yang cukup jauh membuat mereka harus berteriak-teriak saat melakukan obrolan. Dan demi tatapan sinis para pengunjung yang merasa terganggu oleh teriakan heboh itu, Seohyun pun memutuskan segera menghampiri Azumi yang saat itu sedang bertolak pinggang.
“Ada apa sih ribut banget?”
“Tuh…kamu liat aja sendiri.” Azumi menunjuk sesuatu dengan dagunya. “Inilah sebabnya aku tidak mau bekerja di malam natal. Banyak sekali bocah iseng.” Azumi mengomel sewot.
Seohyun menanggkap sesuatu yang tidak lazim di atas meja itu. Letak ketidaklazimannya ada pada sumpit yang di taruh di atas mangkuk. Bukan sumpitnya yang membuat Seohyun tercengang, tapi tali merah yang mengikat sumpit itu. Tali merah itu menjuntai panjang sampai pintu masuk dan terus tersambung ke luar.
“Akai ito…” Seohyun bergumam lalu segera melepaskan celemek yang dipakainya. Ia langsung berlari keluar mengikuti jejak tali merah itu.
Seohyun berjalan dan terus berjalan di atas tumpukan salju yang tebal untuk menemukan ujung dari tali merah itu. Sampai akhirnya ia bertemu boneka salju raksasa yang terlilit syal berwarna merah. Ternyata syal itu adalah muara dari tali merah yang sejak tadi Seohyun ikuti jejaknya.
Ya Azumi memang benar. Ini hanyalah perbuatan bocah iseng di malam natal. Tak mungkin kan boneka salju itu adalah Akai ito-nya?
Seohyun menghela napas beratnya, mengembalikan pikiran rasionalnya yang tadi sempat diusik oleh bayangan Jung Yonghwa yang ia harap menjadi ujung tali merah itu. Menjadi Akai ito nya.
Tubuhnya baru saja akan berbalik saat Seohyun mendengar suara bersin di balik boneka salju raksasa itu. Untuk beberapa detik Seohyun menatap boneka salju itu dengan heran sampai akhirnya Jung Yong Hwa muncul di balik tubuh gendut boneka salju itu.
Yonghwa kembali bersin saat menampakan diri di hadapan Seohyun.
“YA! kenapa lama sekali? Aku hampir membeku diluar sini.” Yonghwa berteriak dengan nada sengak yang Seohyun kenal.
Ah… rasanya aneh sekali Seohyun mendengar intonasi itu. Namun kini ia merasakan ujung bibirnya terangkat naik.
Tanpa melepas tatapannya dari Seohyun, Yonghwa terus melangkah maju ke tempat Seohyun berdiri.
Di tempatnya, Seohyun sedang berjuang dengan perasaannya. Dadanya berdesir hebat melihat pria di hadapannya itu. Pria yang selalu muncul dalam benaknya. Pria yang telah meluluh lantakan hatinya, sekarang sedang berjalan ke arahnya. Seohyun harap ini bukan mimpi.
“Aishite imasu…” ucap Yonghwa lirih, begitu ia mencapai jarak terdekat untuk membisikan kalimat sakti itu di telinga Seohyun.
Seohyun mengerjap tak percaya. Seorang Jung Yonghwa membisikan ‘aku cinta padamu’ padanya, dalam bahasa Jepang, di bawah langit malam yang sedang menjatuhkan butiran salju. Ia merasa tidak bisa lebih bahagia lagi dari ini.
Seohyun maju selangkah dan meraih tubuh Yonghwa. Dilingkarkan lengannya pada leher Yonghwa. Yonghwa pun ikut melingkarkan lengannya memeluk gadisnya dengan erat. Tubuh mereka merapat, memberikan kehangatan di tengah dinginnya malam dan perlindungan yang mereka butuhkan. Saling melengkapi.
(I’m missing you, itsudemo (always)
I’m telling you, imademo (even now)
Close my eyes, and imagine you are in my heart
I’m thinking you, itsudemo (always)
I’m drawing you, imademo (even now)
She leaned over and whispered something in my ear
I am still in our memory
I am still in our love story
I am still waiting for you here
I never to lose heart my love, my love
I’m missing you, itsudemo (always)
I’m telling you, imademo (even now)
The old times, are all of our true stories
I’m thinking you, itsudemo (always)
I’m drawing you, imademo (even now)
My lady, You’re my memories in my life
I am still in our memory (and I)
I am still in our love story (and I)
I am still waiting for you here
I never to lose heart, my love
I am still in our memory (and I)
I am still in our love story (and I)
I am still waiting for you
Kimi to boku no story (story of you and me)
Kimi to boku wa hitotsu no basho wo mitsumete itanoni
(you and I were staring at same place)
Eien to omotta shiawase wo boku wa ima mo sagasite iru
(I thought happiness is forever, I’ve been looking for it even now)
I am still in our memory
I am still in our love story
I am still waiting for you here
I never to lose heart my love, my love
I am still in our memory (and I)
I am still in our love story (and I)
I am still waiting for you here
I never to lose heart, my love…)
(CN Blue – Illusions)
.END.
Edisi : SJ and Friends _FF OneShoot Basic on Movie_
Penulis : SYARAH NURUL
Editor : SJ
Pic : SJ
SYARAH say :
There are two kind of human in this world. The one who does good things and the one who does bad things. (by. Rijvan Khan at My Name is Khan)
For those who always does good things…my goguma family…thank you…
Special thanks for…
SJ who always give me motivation, support and good advices…
She willing to share knowledge, to small discussion, or to have a little chat with me…thank you nice to know u…^^
SJ say :
Jujur-jujuran, aku sebenarnya malu mau nulis namaku di bagian editing, soalnya beneran nyaris tidak ada yang aku ubah, ini asli draft FF SYARAH yang dikirim ke aku. Overall daebak, dia melakukannya kali ini dengan sangat baik, dan menurutku Syarah tipe pembelajar yang cerdas. Saran aku teruslah menulis, menulis dan menulis karena menurutku Syarah emang ada bakat besar jadi penulis. Penulis bisa jadi pekerjaan loh kalau di geluti dengan baik dear :D
So buat teman-teman yang lain, tetap koment yah. Karena jejak kalian penting bagi pengembangan kreatifitas kami. Thank You :D
Fighting GoGuMa’s…^^
.LUV SJ.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Wow..chukae syarah......aq bnr2 suka ama ceritanya n bnr2 gambaran YS disini bs q imaginasikan :D jdi pgn ntn cerita aslinya ^^
BalasHapuspokokny top dech buat syarah & gomawo udah share tulisanny..ttp brkreasi y !!
& g lupa SJ onnie juga.Thanks semuanya ^^
Khai : tengkyu juga say udah tinggalkan jejak, btw gak mau ikutan nulis juga jeng? hehhee...
BalasHapusneomu cuaeyo,,,,,love this much,,,!!!!
BalasHapusjadi beneran pengen nonton pilemnya,,,
Feelnya dapet banget rah,,,dari konyolnya mereka pas pertama ketemu, sampai rasa-rasa terpendamnya,,,oke banget,,!!!
Alurnya cantik ngalirnya,,TOP lah pokoknya,,!!!
cukkae sarah,, :)
Lika : qeqeqe..samaan kok ama flipped lika, sweety semua..senang deh ama undangan nulis ini, jadinya aku bisa baca tulisan kalian..enak loh ternyata membaca FF yang bukan tulisan yang aku buat..hehehe..
BalasHapusTar pekan depan FFnya Lika yak :D
Hwah kerennn salut buat kalian2 yg jago nulis.. Bener kata komen2 di atas, dpt banget feelnya..
BalasHapusOnnie SJ: gimana ni? aku jd malu mau ikutan.. Ehehe
Vira : ayo, tetap ikutan dear..kirim ajha naskahnya ke Onnie, belum berperang kok udah mundur duluan, onnie belum liat FFnya VIra.
BalasHapuspokoknya onnie tetap tunggu yah neng :D
aku belum pernah nnton film nya jadi pngn nonton.. Syarah keren..aku suka banget hehee, ahh andai yongseo bisa maen drama ato film,, Amin :)
BalasHapusselamat yah syarah buat cerita yng keren ini, terus berkarya :D
Buat SJ , Top!!!!!Sj emg paling baik heheee
Febrii : Kalian-kalian, teman-teman goguma's ku juga baik-baik..heheh..senang mengenal kalian :D
BalasHapusBtw punya Febrii sedang aku edit nih, agak banyak yang aku ganti dear..tar kalau sudah selesai aku kirim yah..:D
omooooo~ ni ff karya Syarah emang bener2 daebakk!!!!nomu nomu joahae Syarah>__< setelah baca ff-nya jd penasaran mau nonton filmnya.....
BalasHapussebelum mengenal karya2 SJ,ff pertama yg teteh baca adalah karyanya Syarah lhooooo....^^
jadi makin bangga sm my goguma family,disini kita ga cm asik2an tp nyalurin bakat juga,chukkae bwt SJ yg dah punya ide briliant ini,FIGHTING GOGUMA INDONESIA!!!!
ESJEEEEEE....akhirnya teteh bisa komen disini>///< #kekkkk ahjumma gaptek..^///^
BalasHapusMakasih Khai bwt bimbingannya...^^
hihih iya sj, gpp bnyak yg hrus d gnti juga..maklum pemula heheh :D
BalasHapussippp di tunggu yah onnie :)
selamat syarah.akhirnya rilis juga
BalasHapusthanks ya dah bersedia repot2 nulis demi memenuhi undangan SJ.SJ emang suka gitu tuh hehehe ^_^
selamat juga buat teh euis yg dah bisa komen disini. teh euis tuh blm jd ajumma ah masih noona/onnie
wooaahh syarah baru baca komen2 yang di sini..
BalasHapushmmm...jadi terharu..
Yongseo lah yang membawa rah terjun ke dunia tulis menulis dan sekarang gogumas sekalian lah yang terus memberikan energi untuk rah tetap menulis..sekali lagi thanks guys..kalian benar-benar keluarga dan teman terbaikku..^^
Terima kasih semua sudah bersedia menuliskan komennya..
apresiasi dari seorang pembaca merupakan hal yg paling penting buat penulis dan benar kata SJ..komentar pembaca bisa menjadi kreatifitas berharga buat kami.
Teteh Euis : hahahah..asyyikkkkk, teteh dah bisa koment di blok...*toss*
BalasHapusPeni : halaaaahh...SJ emang suka gitu, maksudnya apa nih..hohohohoohoh...:D
Syarah : Jadi ikut terharu..huhuhu...
Whoaaa.......ceritanya bagusss bangeettt.....
BalasHapusbener2 kebawa suasana pas baca.....
soooooo sweeetttt banget....
aku jadi pingin nonton filmnya.....
for syarah unnie.....I loooooveeeee this, unn :D
keep writing~!!!
for SJ unnie...I miss you, unn....kkk~^^
Thika : Miss u too dear, ayo ikutan undanan nulis onnie..^^
BalasHapuswah teh syarah hebat yah.. haha daebak daebak.. tp kenapa milih minho? kenapa ga kyuhyun aja? trus sedikit ngakak itu "sungmin kalah tinju" haha... overall good job eonni :*
BalasHapus