Senin, 02 Juli 2012

Seri SJ & Friends "BECAUSE A TRUE LOVE IS NEVER WRONG"






.BECAUSE A TRUE LOVE IS NEVER WRONG.




SJ Entertainmet Proudly Present :


_Seri SJ and Friends : FF OneShoot SJLand1stAnniv & YSDoubleBDay_



.BECAUSE A TRUE LOVE IS NEVER WRONG.



Lead Cast:
-Seo Joo Hyun (SNSD) a.k.a Lee Seo Hyun
-Jung Yong Hwa (CNBLUE) a.k.a Lee Yong Hwa


Other Cast:
-Kim Tae Hee
-Lee Jung Shin (CNBLUE)
-Lee Jong Hyun (CNBLUE)
-Kang Min Hyuk (CNBLUE)
-Lee Min Ho
-Han Ga In
-Jang Geun Suk





Ost : Y.Why - CNBLue









.1.




Apartemen Alexander Roberto, New York, AS…




Lee Seo Hyun terlonjak duduk di tempat tidur, tersengal, tangan meraba jantung. Tanpa sadar, ia memeriksa gaun tidurnya. Tidak ada lubang peluru dan bercak darah. Seohyun kembali tergeletak di tempat tidur, lemas karena lega.

"Oooohhh Gossh….Astaga… aku benci mimpi itu! Kabur dari tempat terkutuk, dikejar dan mati tertembak…Sial banget…"

Akhir-akhir ini Seohyun selalu terbangun dengan perasaan bahwa dirinya hanya terpisah sekian detik dari kematian. Mimpi itu, akkhhh… Dia merasa harus memberi sedikit teguran kepada alam bawah sadarnya tentang mimpi yang lebih indah. Minimal mimpi kencan dengan seorang pria tampan mungkin.

Pagi ini udara begitu dingin, tapi Seohyun memaksa diri bangkit dari tempat tidur yang nyaman. Dia kemudian mengenakan sweter bersih-ajaib! Dan dia menemukan tidak seperti biasanya Lee Jung Shin, saudara kembar Seohyun membereskan cucian kotor.

JungShin dan JongHyun, kedua kakaknya sepertinya masih tertidur. Itu berarti dia punya beberapa menit yang damai untuk bersiap menyambut hari. Dirinya melirik keluar jendela sambil melangkah menuju dapur. Seohyun selalu menyukai pemandangan di luar. Cahaya matahari pagi, langit cerah dan wajah-wajah ras kaukosoid yang ramai yang berjalan kaki di Central Park. Dia menyukai Fakta bahwa ia tidak menemukan ada orang berwajah Korea di tempatnya berada.

Sudah hampir enam tahun, Seohyun beserta kedua saudaranya meninggalkan Korea dan memutuskan untuk membeli apartemen yang letaknya jauh dari tempat asalnya. Di tempat ini, mereka bisa hidup bebas, sungguh-sungguh bebas, tidak seperti dalam kandang.

Seohyun tak lagi tinggal dengan orang tuanya, tapi selama enam tahun, Kakak tertua Seohyun, Lee Jong Hyun berperan sebagai orang tua di apartemennya. Enam tahun yang lalu, Tuhan menyelamatkan Seohyun dan kedua saudaranya dari kehidupan kelam bersama ibu kandung mereka. Dan berdasarkan cerita-cerita yg dituturkan ibunya dulu, Seohyun mengetahui bahwa ayahnya adalah seorang yang jahat. Ya, itu hanya sebagian kecil dari rentetan sejarah masa lalu dirinya. Sekarang Seohyun tak pernah ingin membicarakan hal-hal yang menyangkut orang tuanya lagi. Seperti yang selalu di katakan Seohyun, "Hanya kami bertiga, Jonghyun oppa, Jungshin dan aku."





***





"Pagi Jungshin-ah…" kata seohyun ketika namja dua puluh tahun dengan mata mengantuk duduk lemas di meja makan. Seohyun mengusap-ngusap punggungnya dan mendaratkan ciuman di kepalanya. Tiba-tiba tercium bau aneh disekitar Jungshin.

"Ya manusia gas! Kau tak pernah memiliki sopan santun sejak lahir…." bentak Seohyun memukul kepala Jungshin yang sebelumnya telah ia cium.

"Mengapa kau marah? Aku memiliki aroma gas yang funky…" jawab Jungshin balas memukul Seohyun.

Jungshin mengerjap pada Seohyun, mata cokelatnya yang indah tampak bulat. "Kita sarapan apa?" namja itu bertanya kemudian duduk tegak. Rambut pirang dan panjangnya yang halus tampak tergerai.

"Ehm, kejutan!" kata Seohyun karena dirinya sama sekali belum terpikir tentang menu makanan pagi ini.

"Aku akan menuang jus…" JungShin menawarkan dan Seohyun menyetujui.

Tak lama kemudian, Jonghyun dengan wajah pucat tersaruk-saruk masuk ke dapur. Dengan mata terpejam, Jonghyun mendarat di bangku dengan tepat. Jungshin sibuk dengan gelas dan jusnya sementara Seohyun melangkah menghampiri Jonghyun.

"Oppa, bangunlah sudah siang…" kata Seohyun meggoyangkan pundak kakaknya.

"Aish, kau ini…" gumam Jonghyun mengantuk.

Seohyun kembali melanjutkan aktivitasnya, ia memeriksa isi kulkas dengan harapan siapa tahu peri makanan berkunjung, ketika itu bulu kuduknya merinding. Cepat-cepat ia menegakkan tubuh dan berputar.

"Jangan begitu dong!!" tukas Seohyun. Terkadang, Jungshin suka muncul diam-diam seperti bayangan gelap yang mendadak bernyawa.

Jungshin menatap Seohyun tenang, "Jangan apa Seohyunah?" katanya tenang.

"YAA, apa yang kalian lakukan?!!!" sambil mendengus, Jonghyun membentak kedua adiknya, berdiri terkuyung dengan wajah malas yang biasa ia perlihatkan di setiap pagi.

"Bekerjalah! Aku akan menggoreng telur…" kata Jonghyun mengumumkan. "Kau Seohyuna-h, menata meja saja!!!" lanjut Jonghyun kemudian.

"Dee oppa…" jawab Seohyun mengangguk.





***




.2.



Kediaman Keluarga Lee, Busan, Korsel…



"Ya! Apa yang masih kau lakukan disini? Cepat pergi! Dasar anak pelacur tak tahu malu!!"

"Eomma, jangan begitu pada Lee Yong Hwa!"

"YAA!!! Jangan bergaul dengannya, dia bukan keluargamu, kau tak perlu berbaik hati padanya. Dia hanya ingin merebut posisimu!"

"Oppa… Oppa.."

Lee Yong Hwa menggerakan kepala, berusaha menghindari tangan ibu tirinya yang hendak memukulnya. Napasnya memburu, tubuhnya sudah basah oleh keringat dingin. Seorang anak gadis mendadak muncul di depannya, menghalanginya dari amukan ibu tirinya.


"Ya yonghwaya, ireona!"

Yonghwa perlahan membuka mata. Bayangan seorang gadis berambut panjang munjul didepannya. Yonghwa mengerjapkan mata beberapa saat, lalu kembali terpejam.Matanya masih terlalu berat. Ia butuh istirahat lebih banyak.

"Yonghwa-shi!" Sahut Minhyuk, kesal karena Yonghwa tak kunjung bangun. Minhyuk berkacak pinggang sambil memicing menatap Yonghwa lalu bergerak ke arah tirai jendela dan membukanya sehingga cahaya matahari menyerbu masuk. Yonghwa langsung bergerak liar, persis cacing kepanasan.

"YAAA! Mwo haneugoya?" amuk Yonghwa, segera menutup seluruh tubuhnya dengan selimut.

"Ireona Yonghwa-shi!!!" Bujuk Minhyuk sambil menarik selimut Yonghwa sehingga tampak tubuhnya yang hanya memakai celana pendek.

"Ya, aku mengalami jet lag, kau tak tahu jet lag?" seru Yonghwa membenamkan kepala di bawah bantal "Aku butuh tidur lagi…"

"Aiish… percuma selama ini aku mengajarimu agar bisa bangun pagi, sebentar lagi pengacara akan datang…" jawab Minhyuk membuat Yonghwa mau tak mau mendengarkan juga.

Yonghwa terbangun, menggaruk-garuk kepala frustasi lalu menatap asistennya yang tengah menatap langit-langit. Yonghwa ikut menatap langit-langit.

"Kau berisik sekali Minhyuk-ah, biarkan saja pengacaranya datang, aku tak peduli!" seru Yonghwa dengan suara melengking, membuat Minhyuk terperanjat kaget.

"Apa yang kau lihat di mimpimu kali ini? Gadis berambut panjang lagi?" tanya Minhyuk bingung.

"Aniya, amugeotdo aniya…" jawab Yonghwa buru-buru.

Minhyuk berdecak "Baiklah, cepat kau mandi…"

Yonghwa segera masuk ke dalam kamar mandi.






***





"Oh, Yonghwa-shi wasseo?" Ucapan Minhyuk membuat semua orang di ruang keluarga menoleh.

Yonghwa menuruni tangga, malas, sambil merapikan lengan bajunya lalu duduk disebelah pengacara yang telah dipercaya Ayahnya sebelum wafat.

"Sudah siap Yonghwa-sshi?" tanya pengacara itu tenang.

"Cepatlah mulai Jang Geun Suk Byeonhosanim!" bentak Yonghwa membuat Geunsuk mendelik begitupun Minhyuk dan semua orang yang ada diruangan tersebut.

"Aish anak ini…" Gumam Minhyuk pelan.

"Arraseo, mari dimulai…" jawab Geunsuk sambil membuka map berisi berkas-berkas wasiat.

"Yonghwa-shi, saya akan bacakan wasiat peninggalan ayah anda ini, tolong dengarkan secara seksama!!!" lanjut Geunsuk kemudian.

Yonghwa mengangguk perlahan sambil membenarkan posisi duduknya semula.

"Yonghwa-ya, saat wasiat ini dibacakan, abeoji mungkin sudah tidak ada..."

Belum sempat Geunsuk membacakan kalimat selanjutnya, Yonghwa telah terlebih dahulu memotong ucapannya. "Intinya saja Byeonhosanim, saya sudah mengetahui itu…"

Minhyuk yang menyaksikan hal itu merasa jengkel karena Yonghwa sama sekali tak bisa menghargai Geunsuk, berbeda dengan ayahnya yang senantiasa sopan, berwibawa dan bijaksana, Yonghwa sama sekali tidak mewarisi sifat-sifat baik yang terdapat pada diri ayahnya.

"Yonghwa-shi!!!" tegur Minhyuk. "Bisakah kau tidak memotong kalimat wasiat yang tengah dibacakan pengacara?"

"Aish kau saja yang mendengarkan, aku sudah terlalu bosan..." tukas Yonghwa ketus.

Minhyuk menatap tuan mudanya geram, teramat sangat ingin memukulnya. Tapi ia menahan diri.

"Baiklah saya akan langsung membacakan bagian intinya saja..." lanjut Geunsuk buru-buru sambil membuka halaman demi halaman surat wasiat tersebut dan mencari bagian intinya.

"Abeoji akan mewariskan rumah beserta kekayaan yang lain apabila Lee Jong Hyun, Lee Jung Shin, Lee Seo Hyun beserta ibu mereka dapat ditemukan dan tinggal bersama-sama dalam rumah ini…"

Pengacara menghela nafas sejenak kemudian melanjutkan lagi.

"…Dan apabila hari itu tiba, maka seluruh kekayaan yang ada, akan abeoji bagikan secara merata terhadap kalian semua. Jangan khawatir, pembagian harta ini sudah abeoji siapkan jauh-jauh hari dan pada hari ini, berkas masih berada dalam tangan sang pengacara. Aman!!!"

Pengacara menyelesaikan pembacaan lembar terakhir wasiat ayahnya Yonghwa dan memasukannya kembali kedalam map.

"Byeonhosanim, apakah sudah selesai??" tanya Yonghwa, Geunsuk mengangguk mantap.

"Minhyuk-ah, setelah ini aku ingin berbicara, masuklah ke kamarku!" seru Yonghwa tegas meninggalkan ruang keluarga lalu menaiki tangga melangkah menuju kamar. Semua orang yang berada di ruang keluarga menggeleng-gelengkan kepalanya pelan.

"Ada apa Yonghwa-sshi?" tanya Minhyuk sinis masih merasa kesal terhadap sikap Yonghwa sebelumnya. Yonghwa menghela nafas, melirik Minhyuk yang tengah menekuk wajahnya.

“Ya!!!! Kau tak ingin menatapku?” bentak Yonghwa membuat Minhyuk kaget. Minhyuk segera mengangkat wajahnya malas dan mulai memperhatikan Yonghwa dengan perasaan kesal.

"Honestly, aku merasa kesulitan mengingat wajah tiga saudaraku yang lain. Mereka telah meninggalkan rumah ini saat aku masih berumur enam tahun. Dan kau tahukan, aku tidak seperti manusia pada umumnya, aku tidak pernah dapat mengingat apa-apa yang ada di masa laluku. Lalu bagaimana caranya aku bisa menemukan mereka?" geram Yonghwa panik menunjukan sisi lemahnya.

Perasaan kesal Minhyuk berubah seketika, Dia kemudian membenarkan posisi duduknya dan mendekatkan diri pada tubuh Yonghwa.

"Tenanglah Yonghwa-shi, aku pasti akan bantu mencari tahu..." ujar Minhyuk menepuk-nepuk pundak Yonghwa berusaha menenangkan.

Yonghwa melirik ke arah Minhyuk dan mengangguk pelan.

"Arasho… kau boleh keluar sekarang!!! Aku ingin sendiri…" Yonghwa kemudian menutup matanya dan MinHyuk tahu diri, dia meninggalkan pria itu sendiri.





***





"Ahjumma, bantulah Yonghwa-shi menemukan keluarganya, kau pasti tahu suatu hal..." desak Minhyuk kepada Han Ga In, juru masak rumah yang tengah memasak hidangan makan malam.

"YAA, enyahlah!! Aku tak ingin dipecat hanya karena kau mengganggu konsentrasi memasakku…" bentak Gain geram kemudian melanjutkan mengaduk-ngaduk masakan dalam wajan.

"Baiklah, aku akan menunggu hingga masakannya matang…" Minhyuk tetap memaksa. Gain yang telah selesai memasak, segera mematikan api, menaruh peralatan masaknya kemudian menarik Minhyuk menjauh dari dapur.

Kepala Juru masak keluarga YongHwa itu kemudian menatap Minhyuk lagi, kali ini mendorong bahunya.

"YAA!!! Lain kali jangan menghampiriku ketika aku tengah memasak, babo!!”

Minhyuk mendelik, memperhatikan wajah Gain, merasa kagum terhadap juru masak tersebut, di usia Gain yang menginjak enam puluh lima tahun, Gain masih sangat kuat untuk mendorong tubuhnya dan hampir tersaruk, Minhyuk terkekeh.

“Dan untuk apa kau mencari mereka? Mereka sudah bahagia diluar sana…" Ucap Gain kemudian, tak sadar bahwa ia tengah di tertawakan Minhyuk.

"Apa maksudmu ahjumma?" tanya Minyuk menatap juru masak yang sedang menatapnya juga.

Akhirnya sang juru masak pun menceritakan secara detil mengapa keluarga Yonghwa yang lain meninggalkan rumah ini.

"Dan Kau temui saja mereka di rumah peninggalan orang tuanya Kim Tae Hee-shi.Saya yakin, ketiga putra-putri tuan yang lain, tengah hidup berbahagia dengan ibu mereka..."





***





"Hahaha pelacur brengsek! Pelacur tak tahu malu!"

Praaang..Praaang…

Terdengar suara gelas pecah dari dalam rumah sederhana bertuliskan “Kim99” yang telah dipenuhi sarang laba-laba di dinding samping sekitar pintu utama.

"Suara apa itu Minhyuk-ah? Kau yakin ini rumahnya? Mengapa terlihat sepi, menyeramkan, seperti tidak terurus?" tanya Yonghwa sedikit takut lalu menghentikan langkahnya yang hampir saja menginjakan kaki di depan pintu rumah yang menurutnya tampak menyeramkan tersebut.

"Pelacur, anak pelacur tidak akan pernah diampuni Tuhan!!" terdengar lagi teriakan dari dalam rumah dan tiba-tiba pintu rumah terbuka. Yonghwa mundur beberapa langkah dari tempatnya semula.

Terlihat wanita paruh baya berjalan sempoyongan sambil megegang botol minuman beralkohol. Yonghwa dan Minhyuk saling memandang selama beberapa detik.

"Minhyuk-ah, siapa dia?” tanya Yonghwa gugup.

“Ahhhh kepalaku sakit!" Yonghwa memengang kepalanya erat, seperti dihantam benda berat Yonghwa merasakan sakit yang teramat sangat dikepalanya. Yonghwa menatap wanita paruh bayah itu dan luar biasa kepalanya merasakan sakit yang lebih kuat dari sebelumnya.

"Yonghwa-sshi, gwaenchanha?" Minhyuk memegang lengan Yonghwa khawatir Tuannya jatuh pingsan.

"Minhyuk-ah, sebaiknya kita pulang saja… sssshhhhh aarrrgggh… kepalaku sakit sekali!!!" Yonghwa setengah berteriak mengajak Minhyuk meninggalkan tempat ini. Mereka berbalik arah kemudian berjalan perlahan meninggalkan rumah “Kim99” ini.

"YAAA, siapa kalian?! hahaha pelacur pelacur, anak pelacur kalian brengsek!" Wanita paruh bayah itu berteriak berusaha memanggil Yonghwa dan Minhyuk tanpa lepas dari kata-kata pelacur.

"Nampyeonku, anak-anakku, dimana kalian? hahahahah..YAA!!!!!!!! siapa kalian yang sedang berjalan???" Wanita itu terus saja berteriak mencoba memanggil Yonghwa dan Minhyuk yang telah tampak mengilang.

"Lee Min Ho, apakah kau mencintaiku? aku Kim Tae Hee istrimu yang telah memberikan tiga anak untukmu, aaaaaaaah mengapa kau mencampakan aku? kau jahat! jahat! sama seperti pelacur dan anak pelacur itu!" teriak wanita bernama Kim Tae Hee itu sambil mereguk tetesan terakhir minuman botolnya itu. Sadar bahwa minumannya telah habis, Tae Hee melempar botol itu keras dan kembali masuk ke dalam rumah.





***





.3.




New York, AS…



"Tak ada waktu untuk berpikir, pergilah Seohyun-ah!" Jerit Jonghyun tersengal-sengal.

Tae Hee menyerbu Jonghyun, mendaratkan tendangan keras di dadanya. Napasnya tersentak dan mendengus. Setelah itu, segalanya tampak seperti di film-film serangkaian citra bertumpukan yang hampir tidak nyata. TaeHee melayangkan tendangan lagi ke arah Jungshin kemudian menonjoknya begitu keras.

"Seohyunah, tunggu apa lagi? Pergilaaah!" Erang Jonghyun untuk kesekian kalinya.

Seohyun melihat Jungshin bertahan melawan seorang wanita sampai akhirnya badan Jungshin yang terlalu kecil terjatuh di bawah tangan Taehee yang menyerangnya. Jonghyun masih berdiri tegak, tapi sebelah matanya bengkak dan berdarah. Dalam keadaan sangat shock, Jungshin tersaruk berdiri kemudian melihat Taehee yang akhirnya telungkup di tanah. Tak lama kemudian Taehee bangun memiting lengan Jonghyun ke belakang, matanya yang kemerahan berkilat penuh semangat. Ia menarik tangan Jonghyun sambil mengepalkan tinju. Kemudian ia mengayunkannya kuat-kuat, menonjok perut Jonghyun. Rasa sakit luar biasa meledak di dalam tubuh Jonghyun dan ia membungkuk, jatuh.

Samar-samar Seohyun mendengar Jungshin menjerit. "Hyung! Bangun hyung!"

Sambil berteriak serak, Jungshin berlari ke arah Taehee.

"Eomma!!!!!!!! Hentikan ini! Apa salah kami terhadapmu? Bahkan usiaku saja masih empat belas tahun. Mengapa kau tega menyiksa kami seperti ini?" Jungshin menjerit, melengking, dan Seohyun berbalik menangis. Jonghyun masih terkapar diatas tanah.

Sekarang, Taehee berlutut menangis di hadapan Jonghyun. Ia menundukan kepalanya.

"Jeong-mal mian-hae Jungshin-ah!" Taehee menangis memohon maaf, sepuluh detik kemudian tangisan Taehee berubah menjadi pekikan tawa.

"Hahahaha jeongmal mianhae aaaaaah haha haha haha…" Taehee teriak histeris, tertawa terbahak-bahak dengan telapak tangan terbuka memegang kepalanya erat. Seohyun yang menyaksikan keadaan itu menangis, air matanya terjatuh deras "Eomma..."

Taehee berdiri kemudian berlari ke dalam rumah dan mengunci pintunya. "Argggghhhh" teriak Taehee menangis. Dari dalam rumah, Tehee masih terus berteriak, "Jeongmal mianhae anakku, aku melihat pelacur dan anaknya itu pada diri kalian. Jeongmal mianhae…" kali ini Taehee menangis keras.


"Assshh.." Seohyun tersentak kaget, kembali terbangun dengan mimpi buruk, dia berkeringat. Kenapa mimp-mimpinya akhir-akhir ini selalu menyajikan siluet kenangan masa lalu itu??

Dia masih tertegun di tempatnya selama beberapa menit setelah terbangun ketika Jungshin tiba-tiba muncul dan menepuk bahunya.

"YAA!" cetus Jungshin yang tahu-tahu sudah berada disampingnya. "Hari ini aku ingin makan diluar, kau yang mentraktir."

Seohyun mengernyitkan dahi, mengumpulkan kesadarannya dan mengikat rambutnya yang panjang tergerai.

"Minta traktir saja kepada Jonghyun oppa, dia kan memiliki banyak uang…" Ujar Seohyun nengetuk kepala Jungshin.

"Menyebalkan…" kata Jungshin.

Jungshin memperhatikan wajah Seohyun dengan ekspresi yang serius. "Gwaenchanha Seohyun-ah?? Mukamu pucat begitu…" tanya Jungshin melemparkan senyum yang nyaris membuat Seohyun berhenti bernapas. Seperti biasa, Seohyun selalu terkesan setiap kali saudara kembarnya melemparkan senyum padanya. Seohyun menghela napas.

"Eeehhmm..JungSHin-ah, apakah kau tidak pernah merindukan omma?" Seohyun melirik tajam kearah Jungshin. Alih-alih menjawabnya, JungShin memilih menengadah. "Mengapa kau diam saja? Apakah kau tidak pernah merasa kesepian Jungshin-ah?" tanya Seohyun kemudian.

Jungshin menghela napas sejenak,"Babo! Aku hidup bersama kedua saudaraku, kau dan hyung. Kalian adalah keluargaku, hidupku! Bagaimana mungkin aku merasa kesepian?" Jungshin mengerutkan kening.
"Kau pernah mengatakan ini padaku, hanya ada kita bertiga, Lee Jong Hyun, kau dan aku. Apa kau lupa?" tanya Jungshin sedikit membentak.

Senyuman di wajahnya memudar. "Aku ingat, aku hanya mencemaskan keadaan omma, sudah beberapa hari ini aku memimpikannya. Aku akan meminta ijin oppa, untuk pergi menemui omma…."

Seohyun beranjak dari tempat tidur memakai sendalnya dan berjalan ke dapur dan membuka lemari es, menarik keluar satu botol air mineral lalu beranjak mengambil gelas dan menuangnya lalu meminumnya.

"Ya Seohyun-ah, kau ingin mati di bunuhnya??" teriak Jungshin mendekati Seohyun.

"Aniiya, kau ini tolol sekali. Mana mungkin ada ibu tega membunuh anak kandungnya sendiri…" jawab Seohyun gupup teringat mimpi di mana dirinya mati tertembak di tangan ibunya sendiri.

"Eomma itu berbeda dengan wanita lain yang lemah lembut, eomma itu kasar Seohyun-ah, terlampau kasar, aku sering jadi sasaran amuknya, sangat menyakitkan!!!" Jungshin berusaha meyakinkan Seohyun bahwa tindakan Seohyun menemui ibunya itu cukup berbahaya.

"Tapi itu semua beralasan Jungshin-ah, di balik kekejaman eomma, ada abeoji yang menjadi penyebab semua ini. Seperti yang kau tahu, abeoji mencampakan eomma, ia memiliki anak laki-laki dari wanita lain. Bahkan ketika Jonghyun oppa belum lahir dan ketika umur kita empat tahun, abeoji membawa anak laki-lakinya tinggal bersama kami. Karena itu, eomma meninggalkan rumah, eomma terlalu sakit hatinya ketika harus melihat wajah anak laki-laki itu. Aku akan menyusul Jonghyun oppa ketempat kerjanya lalu meminta ijin menjenguk eomma disana…"

“Kau gila yah…” JungSHin berteriak tapi tetap saja tidak bisa menghalangi tekad SeoHyun. Mimpi-mimpi buruknya itu harus di hentikan dan jalan satu-satunya adalah dia akan langsung menemui sumber dari mimpi-mimpi buruknya. Dan lagi dia kangen, kangen pada ibunya.





***





.4.




Seoul, Korea Selatan…



"Ya! Apa yang masih kau lakukan disini? Cepat pergi! Dasar anak pelacur tak tahu malu!"

"Aisssh siapa yang anak pelacur? Mengapa kalimat itu selalu terngiang-ngiang ditelingaku, bahkan wanita yang aku temui tempo hari di rumah “Kim99” pun menyerukan kata yang sama…” YongHwa bergumam lirih, dia sibuk mondar-mandir di kamarnya.

“..Lalu siapa wanita cantik berambut panjang yang selalu hadir dimimpiku, menyelamatkanku dari tamparan wanita...."

Yonghwa terdiam sejenak berusaha mengingat lebih dalam tentang apa-apa yang terjadi dimasa lalunya.

"Wanita dimimpi itu... Wanita yang aku dan Minhyuk temui tempo hari.... Mereka adalah sama…." Yonghwa terlonjak kaget, terpejam mencoba mengingatnya lebih dalam.

"Oppa oppa, ayo kita bermain…"

Tiba-tiba bayangan wanita berambut panjang kembali menghampiri pikiran Yonghwa.

"Siapa wanita itu?" Yonghwa kembali terperjam, memukul-mukul kepalanya pelan.

"Eomma! Jangan begitu pada Yong Hwa oppa!"

Yonghwa mengerjapkan mata. "Aisssh.."

"Astaga, apa yang kau lakukan Yonghwa-sshi? Mengapa kau uring-uringan seperti ini?" Ujar Minhyuk membuka pintu kamar Yonghwa hendak mengantarkan berkas tugas kuliah Yonghwa.

"Yonghwa-sshi, anda ada kuliah pagi ini..." ucap Minhyuk kemudian menyerakhan berkas tugas tersebut.

"Minhyuk-ah, aku tidak ingin pergi kuliah hari ini, antar aku ke tempat wanita yang kita temui tempo hari…" ajak Yonghwa sambil memijat-mijat dahinya yang sangat merasa sakit.

"Kau ingin kesana lagi?" tanya Minhyuk dengan dahi mengernyit.

"Tidak usah banyak bertanya, antarkan saja aku ketempat itu…"



***



Sekitar setengah jam kemudian, Yonghwa merasa otot-ototnya melemas. Yonghwa tahu semua akan terasa pegal sekali, tapi ia tetap akan baik-baik saja. Sekarang yang terpenting untuknya adalah memastikan keberadaan ibu tirinya. Yah, Perempuan itu adalah Ibu Tirinya.

Yonghwa mendekati Minhyuk di ruang keluarga. Minhyuk telah menunggu Yonghwa sedari tadi.

"Mianhae, aku membuatmu menunggu terlalu lama…"

"Tak apa, mari kita berangkat. Aku akan berjalan dibelakangmu nanti…" ujar Minhyuk bersiap memasuki mobil.

Ketika tiba di depan kediaman Kim Tae Hee, Yonghwa turun dari mobilnya dan mulai berjalan pelan-pelan sambil memeriksa keadaan.

Panik bercampur tegang membuat tenggorokan Yonghwa bagai tercekik. "Aish, kenapa aku harus setakut ini, tolol…" Yonghwa mengerutkan kening dan meneruskan langkahnya dengan berani. Ia menyipitkan mata dan memfokuskan pandangan sambil terus mempercepat langkahnya.

Bukkk!

Sesosok tubuh menimpa Yonghwa, membuatnya meringis kesakitan. Dia menengadah, berpikir Minhyuk! Tapi ternyata bukan, wanita berambut panjang tengah menindih tubuh Yonghwa. Wanita itu terlalu berat. Yonghwa memandang wanita itu yang tengah tersenyum cerah.

"YAA! Mengapa kau tersenyum? Enyahlah, aku bisa mati karena tertindih badanmu yang begitu berat…"

"Jweisonghamnida…" kata Seohyun hampir tidak terdengar lalu buru-buru bangkit dan berdiri.

Tanpa memberi tanda bahwa Yonghwa mendengar Seohyun, dia tidak memperdulikan gadis itu, dirinya kembali berjalan dengan santai.

Kemudian, dengan mengejutkan. Kim Taehee muncul tanpa di duga dan menabrak pintu pagar sampai terbuka.

Seohyun hampir melekat di punggung Yonghwa saking kagetnya. Seohyun dapat melihat jelas wanita itu, ia membekap mulutnya, agar teriakannya tidak keluar. Darahnya seakan berhenti mengalir, tubuhnya tak dapat di gerakan sama sekali.

Sementara itu Yonghwa yang merasa terbebani oleh berat tubuh SeoHyun kemudian mendorong tubuh Seohyun yang menempel pada punggungnya.

Seohyun tersadar kembali. Dan detik berikutnya ia melangkahkan kaki menghampiri wanita paruh bayah itu. Yonghwa merasakan aneh melihat tingkah Seohyun, ia hanya terdiam dan juga memperhatikan wanita paruh baya yang tersaruk di pagar.

Tiba-tiba Yonghwa merasakan sakit di kepalanya, kenangan tentang masa lalunya kembali berkelebat dalam ingatannya. Yonghwa melihat wajah Seohyun kecil.

“Oppa oppa …. Ayo bermain…”

Yonghwa memegang kepalanya kuat.

"Eomma..." gumam Seohyun pelan kembali membekap mulut. Seohyun mendekat menghampiri TaeHee, seakan tidak percaya terhadap kondisi ibunya saat ini.

Air mata Seohyun terjatuh, sementara Yonghwa yang meski sibuk dengan rasa sakit di kepalanya tetapi tetap shock melihat reaksi SeoHyun.

Seohyun mengangkat lengan kanannya, menyentuh dan mengusap pipi TaeHee lembut.

"Eomma, apa yang terjadi selama enam tahun terakhir?" Seohyun memeluk tubuh ibunya yang kurus tak terawat itu. "Masih ingatkah kau padaku?" sahut Seohyun berharap sambil menunjuk wajahnya sendiri.

TaeHee menatap Seohyun bingung, Yonghwa apalagi.

"Eomma, ini aku…" desak Seohyun kembali menangis.

Detik berikutnya, Taehee menjerit-jerit liar, "Arrrgggggghhhhhhh…" Seohyun mencengkram lengan Taehee erat berusaha menenangkan, Seohyun tak pernah mengira kondisi ibunya akan seburuk ini.

"YAA, Tuan bantu saya membawa ibu saya ke dalam…"

Yonghwa yang sedari tadi terdiam hanya melongo seakan tidak menyadari Seohyun tengah memanggilnya.

"Tuan.."

"Ahhh Dee…" angguk Yonghwa kemudian memegang lengan Taehee dan menuntunya menuju dalam rumah.

"Anak pelacur tidak tahu malu! Hahahahahaha…" Taehee berteriak tepat didepan wajah Yonghwa, mata Taehee membesar, wajahnya memerah, darahnya mendesir hangat. Taehee menghentakan kedua lengan yang sedang dicengkram erat oleh Seohyun dan Yonghwa.

"Lepaskan! Aku bisa masuk sendiri. Enyahlah kalian dari tempatku. Chhhhii…" ujar Taehee menutup pintu.

"Eomma, ini aku, Lee Seo Hyun! Eomma bukakan pintunya. Aku merindukanmu eomma!!!" Teriak SeoHyun sembari menggedor-gedor pintu.

Sedangkan pada waktu yang bersamaan, Yonghwa terjatuh kelantai, berlutut, menunduk, menghempaskan segala tanda tanya dalam benaknya.

"Tuan, anda tidak apa-apa?" Seohyun ikut berlutut, menepuk pundak Yonghwa lembut menunjukan perhatian yang belum pernah ia berikan kepada orang selain keluarganya sendiri. Yonghwa menatap Seohyun dalam-dalam, meringis, tubuhnya bergetar kuat. Butiran keringat terjatuh membasahi dahinya.

"Kau...." bisik Yonghwa parau. “Aku…” Yonghwa melanjutkan seakan ingin mengatakan kepada Seohyun bahwa dirinya adalah Yonghwa, kakak tiri sekaligus sahabat Seohyun di masa kecil.

"Dee tuan???" Seohyun mengangkat alisnya tidak mengerti apa maksud ucapan laki-laki muda di hadapannya ini.

YongHwa melihat raut wajah gadis di depannya itu, Kesedihan akan reaksi ibunya tak dapat disembunyikan dari raut wajah Seohyun. Matanya masih berembun, pertanda air mata masih siap keluar dari mata indah itu. Merasa terenyuh, Yonghwa tiba-tiba mendekap kepala Seohyun erat ke dadanya.

Seohyun kaget, namun entah mengapa Dia tidak berusaha melepaskan diri dari dekapan Yonghwa. Dada Yonghwa yang bidang ternyata bukan hanya menjadi tempat bagi Seohyun untuk menyandarkan kepalanya dan menumpahkan tangisnya, dada itu ternyata juga penuh dengan perasaan yang demikian lembut sehingga Seohyun sangat merasa nyaman menumpahkan air mata di situ.

“Jweisonghamnida tuan.” Seohyun tersadar segera melepaskan diri dari pelukan YongHwa, menunduk dan meminta maaf.

"Sudahlah. Hapuslah air matamu…" Yonghwa mengangkat wajah Seohyun. Menatapnya sebentar, kemudian menyeka air mata di pipi Seohyun dengan lembut.

"Hhhmmm..Bisakah kau ikut denganku???” Yonghwa membantunya bangkit dan membimbingnya menuju mobil. Seohyun langsung mengiyakan permintaan Yonghwa, entah mengapa ia merasa nyaman berada di dekat Yonghwa.

Minhyuk yang telah menunggunya sedari tadi, terlihat lega ketika melihat kehadiran YongHwa, meski kemudian kelegaan itu berubah menjadi keheranan ketika melihat seorang gadis ikut bersama YongHwa. Tetapi dia tidak bertanya, tidak pantas baginya untuk mempertanyakannya terlebh situasinya sedikit lain.

Setelah melalui perjalanan tiga puluh menit, akhirnya mobil yang di kendarai Minhyuk sampai pula di kediaman keluarga Lee.

Seohyun tersentak. Dia memukul-mukul pipinya tak percaya bahwa ia sedang berada di rumah yang sempat ia singgahi belasan tahun yang lalu.

"Tunggu apa lagi Seohyun-ah? cepatlah turun!!!" Yonghwa menyuruh Seohyun turun dari mobil.

Seohyun tak berkedip sedikitpun memperhatikan rumah yang berada di depannya, Minhyuk pun melirik Seohyun yang sedari tadi menatap keluar jendela mobil tanpa sepatah kata pun.

Yonghwa menghela napas. Sejujurnya dia bersyukur atas takdir Tuhan yang mempertemukan lagi dirinya dengan Seohyun. Dan dia tahu sekarang Wanita berambut panjang yang menyelamatkan Yonghwa dari tamparan TaeHee dimimpinya adalah Seohyun, saudara tirinya.

Seohyun masih terdiam di tempatnya untuk beberapa menit sebelum kemudian melirik ke arah Yonghwa, memperhatikan wajah Yonghwa secara seksama. Matanya berkaca-kaca karena rasa haru yang menyergap dan sesak yang ada di dadanya.

"Oppa..." sapa Seohyun membuat Yonghwa menoleh. “Kau..oppaku kan??”

"Ne, kau telah mengingatku?” Tanya Yonghwa tenang.

“Oppa….” Ucap Seohyun menghampiri Yonghwa.

“Seohyunah, itjanha..." potong Yonghwa sambil menatap Seohyun dingin.

Seohyun langsung memeluk Yonghwa dan kembali meledakan tangis pada bahu Yonghwa. Yonghwa memegang pundak Seohyun, menghapus air mata Seohyun yang menetes di pipinya. Yonghwa menatap mata Seohyun lalu memutar-mutar bola matanya ke seluruh bagian wajah Seohyun.

"Ya! Kau terlihat lebih tua dariku, padahal usiaku dua tahun lebih tua darimu. Lihat saja wajahmu terdapat banyak kerutan halus. Apa kau baik-baik saja selama ini? Bagaimana dengan Jonghyun dan Jungshin?"

Seohyun memukul bahu Yonghwa pelan, memanyunkan bibirnya dan sesekali masih mengeluarkan isakan.

"Mereka sedang ada pekerjaan yang tidak dapat ditinggalkan…." desis Seohyun setengah menangis. Seohyun melangkah maju menuju dalam rumah dengan air mata berlinang. Lagi-lagi Seohyun tertegun melihat rumah besar di depannya dengan jarak sangat dekat. Rumah yang menyimpan banyak kenangan di masa kecilnya sama seperti rumah “Kim99” yang juga menyimpan banyak kenangan pahit.

"Kenapa tidak masuk?" tanya Yonghwa membuat Seohyun tersadar.

"Kau masuk saja duluan!!!" jawab Seohyun dingin.

Yonghwa mengangguk, lalu bergerak ke arah pintu di ikuti oleh Minhyuk sementara Seohyun hanya menatapnya. Seohyun merasa kakinya sangat berat untuk digerakkan.

"Ya, Ppali wa!!" panggil Yonghwa dari pintu.

Seohyun menghela napas, lalu memaksakan diri untuk melangkah. Seohyun memperhatikan pemandangan di sekelilingnya, tak banyak yang berubah dari rumah ini, namun Seohyun menyadari bahwa rumah ini lebih sepi dari pada saat ia masih menempati rumah ini.

"Mana abeoji, dimana beliau?" tanya Seohyun.

"Abeoji..." kata Yonghwa sambil berjalan mendekati Seohyun. Seohyun hanya diam saat kakak tirinya memegang kedua lengannya dan memperhatikannya dari ujung kepala sampai ujung kaki. “Aboeji telah meninggal dunia…”

Seohyun sedih, nyaris menangis lagi. Kejadian selanjutnya, sudah bisa ditebak, Yonghwa kembali membawanya ke dalam pelukannya. Mereka lalu berjalan masuk ke dalam rumah besar itu. Berbagai kenangan menjejak di dalam kepala SeoHyun.

"Mengapa kau tidak mengabari kami oppa?"

"Seohyun-ah jeongmal mianhae, jangankan untuk memberitahumu langsung, untuk mengingat orang-orang dimasa laluku saja begitu sulit…." Yonghwa menghempaskan tubuhnya ke sofa, menunduk, tangannya memegang kepala erat.

"Hampir setiap hari aku mendapatkan mimpi yang sama. Eomma, kau, aku, pelacur Ashhhh..." Seohyun berlutut di hadapan Yonghwa, membuat Yonghwa tersentak.

"Ya, apa yang kau lakukan Seohyunah? Duduklah disampingku!"

Seohyun menggeleng keras, meraih tangan Yonghwa dan menggenggamnya.

"Oppa....." Seohyun meneteskan air mata tepat pada telapak tangan Yonghwa yang sedang ia genggam.

"Waeyo Seohyunah?" tanya Yonghwa merasakan air mata Seohyun yg menetes hangat dipunggung telapak tangannya. Yonghwa berpura-pura terlihat teang padahal Dia merasa teramat sesak, dadanya buncah, susah payah dia mengatur pernafasannya, seluruh tubuhnya menjadi dingin ketika telapak tangannya berada dalam genggaman Seohyun.

"Oppa.. Apa kau..." ucap Seohyun tersendat. Seohyun kembali terisak. "Apakah kau membenci eomma?" lanjut Seohyun kemudian, kali ini ia menundukan kepalanya lebih dalam, menempelkan keningnya pada telapak tangan Yonghwa yang tengah ia genggam. Yonghwa yang merasa aneh dengan situasi seperti ini segera membantu Seohyun untuk bangun dan membimbingnya duduk disebelahnya.

"Mengapa kau bertanya seperti itu? Sel otak yang kau miliki masih berfungsi dengan baik kan Seohyunah?" tanya Yonghwa berusaha tidak melihat wajah Seohyun.

Tangis Seohyun meledak keras di iringi isakan parau.

"Maafkan eomma oppa. Aku mohon maafkanlah eomma…oppaa.."

Lalu Seohyun memberanikan diri menatap kedua bola mata Yonghwa. Yonghwa yang sedari tadi telah merasa gugup semakin gugup ketika matanya beradu pandang dengan mata Seohyun. Darah Yonghwa mendesir. Detak jantungnya tidak lagi berirama. Dan dia makin canggung ketika Kedua tangan Seohyun tiba-tiba menyentuh pipinya, menarik wajahnya lebih dekat dengan wajah SeoHyun. Kini wajah mereka hanya terhalang jarak sepuluh centi meter. Yonghwa dapat merasakan hembusan napas Seohyun dengan jelas. Yonghwa merasa wajahnya memucat. Yonghwa memperhatikan dengan seksama bibir merah Seohyun. Perlahan, bibir Seohyun terbuka seperti akan mengatakan sesuatu.

"Oppa, kau tidak boleh marah terhadap eomma!"

"Ashhh.." dengan segera Yonghwa menghempaskan tubuh Seohyun, mendorongnya pelan. Seohyun terkuyung kaget. Yonghwa menjauh dari Seohyun yang terlihat shock.

YongHwa ingat sekarang, kepingan masa lalunya, meski belum sempurna tetapi sudah mulai tergambar jelas di kepalanya, termasuk perlakuan-perlakuan tidak pantas yang harus di terimanya di usianya yang bahkan masih belia oleh ibu tirinya.

"Seohyun-ah…Kau tak tahu rasanya menjadi aku!! Ketika umurku masih menginjak enam tahun, aku sudah sering mendengar cemoohan ibumu, Bahwa aku anak pelacur yang tidak tahu malu, anak pelacur yang tidak tahu diri, bahkan ibumu sering memukulku. Coba bayangkan jika kamu berada di posisiku? Penderitaan yang aku alami dulu, dan bahkan sampai sekarangpun kejadian itu masih terus menghantui setiap tidur malamku…" Yonghwa berteriak hampir menangis, matanya merah, urat-urat lehernyapun jelas terlihat. sementara air mata Seohyun tak henti-hentinya menetes di kedua pipinya.

Seohyun kembali menatap Yonghwa.

"Berapa kali eomma pernah memukulmu oppa? Berapa kaliiii?" Seohyun menjerit histeris.

Dengan tangan gemetar, ia meraih tangan Yonghwa untuk kedua kalinya. Menempelkan tangan Yonghwa pada pipinya sendiri.

"Tampar aku oppa! Tampar aku berapa kalipun kau mau. Ayo tunggu apa lagi oppa? Aku akan menebus semua kesalahan eomma dimasa lalu, jangan ragu untuk menamparku! Cepatlah oppa!" Tangis Seohyun meledak.

Yonghwa yang sedari tadi berusaha menahan air matanya agar tidak keluar akhirnya tak dapat membendung lagi air mata yang telah terkumpul di kelopak matanya. Yonghwa terisak, melepaskan tangannya dari genggaman Seohyun.

Beberapa menit kemudian setelah mampu menguasai dirinya, YongHwa bangkit dari sofa. "Sudahlah Seohyunah." Dia lalu berjalan menuju kamarnya meninggalkan Seohyun terpaku dalam kesedihannya sendiri.

Baru lima langkah Yonghwa berjalan kemudian ia berbalik kearah Seohyun memperhatikan Seohyun yang tertunduk, masih menangis.

"Seohyunah, kesalahan terletak pada eomma, bukan kau. Kalaupun tadi aku menamparmu seratus kali, itu tidak ada artinya sama sekali…" Yonghwa lalu melanjutkan langkahnya.

Seohyun memperhatikan punggung tegap Yonghwa dari tempatnya. Dadanya sesak, terlebih-lebih hatinya yang merasakan sakit luar biasa. Seohyun tau pasti, Yonghwa sangat menderita selama ini akibat perbuatan eomma.

Seohyun masih termenung disofa, ia mengingat kejadian enam tahun lalu saat dirinya dan kedua saudara kandungnya mendapatkan tendangan bertubi-tubi hampir setiap hari dari eomma. Seohyun menangis lagi demi mengingat semua masa lalunya, kegilaan ibunya dan keadaan ibunya sekarang yang ternyata makin memburuk.

Dengan segera Seohyun meraih ponselnya, mencari nama kontak Jonghyun di phone booknya dan tanpa ragu menghubungi kakaknya itu.

"Yeobseo Seohyunah…" jawab Jonghyun keras.

Seohyun mencoba menahan tangis ketika suara Jonghyun telah terdengar olehnya. Seohyun tidak ingin membuat kakaknya itu khawatir.

Seohyun menghela napas sejenak, menghapus air mata di pipinya, mulai memilah kata yang akan ia ucapkan kepada kakaknya.

"Yeobseo oppa hehe..." Seohyun memaksakan diri untuk tertawa. "Oppa, kapan kau akan menyusulku? Aku merindukanmu..." Seohyun tertawa, namun air matanya kembali membasahi pipinya.

"Aish kau ini. Baru beberapa hari pergi sudah rindu padaku?" Jonghyun terkekeh mungkin jika Seohyun berada disisinya saat ini, ia telah memukul kepala Seohyun pelan.

"Aku juga rindu pada JungShin…" Ucap Seohyun pelan, Dia mulai bisa mengendalikan emosinya.

"Hhhmmm..apa kau telah bertemu eomma?"

Deg!!! Jantung Seohyun seperti terhenti seketika, ia merasa seperti orang bodoh, tak tahu harus mengatakan apa pada Jonghyun.

"Ne.. Eom.. Eomma ehm.. Eomma... Sehat oppa! Beliau baik-baik saja!" jawab seohyun terbata-bata.

"Arraseo, lusa aku akan menyusulmu, tunggulah Seohyunah"

"Ne oppa, kamsahamnida…" Seohyun segera menutup sambungan teleponnya.





***





"Seohyun-sshi tinggalah disini. Yonghwa-sshi ingin kau tetap berada disini..." Minhyuk membuyarkan lamunan Seohyun beberapa jam kemudian setelah dia menelpon kakaknya.

Seohyun hanya menanggapi ucapan Minhyuk dengan segurat senyum.

"Sudah waktunya makan malam, Yonghwa-sshi menunggumu dimeja makan…"

Seohyun bangkit, melangkahkan kaki menuju meja makan, sesekali melirik ke arah dinding ruang keluarga yang masih terpampang Foto dirinya lengkap dengan foto Jonghyun, Jungshin ketika mereka masih kecil beserta kedua orang tuanya.

"Kau sangat mirip dengan Lee Min Ho sajangnim Seohyun-sshi, aku melihat Minho sajangnim dalam dirimu…" ujar Minhyuk sambil mendekati salah satu foto keluarga yang terpajang di dinding.

Seohyun menatap Minhyuk bingung, seketika tubuhnya menjadi gemetar. Ini adalah pernyataan terburuk yang pernah ia dengar. Ia sama sekali tak ingin disamakan dengan ayahnya yang telah mencampakan ibunya.

Minhyuk melirik Seohyun yang tengah menengadah.

"Baiklah, Yonghwa-sshi telah menunggumu, ayo kita segera kesana…" Minhyuk berjalan melewati Seohyun.

"Tunggu!" Seohyun menghentikan langkah Minhyuk.

"Waeyo?" tanya Minhyuk memicingkan mata.

"Kau bilang, kau melihat sosok abeoji pada diriku. Kau bertahun-tahun mendampingi Yonghwa oppa, apa pernah kau mengatakan hal yang sama padanya?" tanya Seohyun serius.

"Tidak." Minhyuk melanjutkan langkahnya menuju meja makan. Di belakangnya SeoHyun berpikir keras. Tetapi dia memilih untuk menyimpan berbagai pertanyaan yang sekarang hadir di kepalanya, sekarang bukan saatnya untuk itu.

"Malam oppa…" sambut Seohyun begitu sampai di meja makan.

Yonghwa menatap Seohyun jengah, teringat kejadian tadi sore. Ia hanya mengangguk kaku dan menatap Seohyun.

Seohyunpun sebisa mungkin menghindari tatapan Yonghwa selama makan. Dia konsentrasi terhadap makanannya. Dan ketika dia sedang minum, setelahnya dia tergesa-gesa meletakan gelas hingga hampir terjatuh jika Yonghwa tidak segera menolongnya. Seohyun tersenyum kaku pada Yonghwa dan segera mengalihkan pandangan sambil bermaksud mengambil telur. Bukannya telur dadar yang terambil, Seohyun malah menyumpit serbet dan nyaris memakannya kalau Minhyuk tak mencegah.

"Kalian kenapa?" tanya Minhyuk curiga melihat kelinglungan Seohyun dan Yonghwa.

"Tidak apa-apa.." sahut Seohyun cepat dengan intonasi tak wajar, membuat Yonghwa berdecak. Seohyun menggigit bibir lalu menunduk.




***




Setelah makan malam yang kikuk, sekarang YongHwa menyendiri di depan kolam renang. Ia tak bisa berhenti memikirkan Taehee, tapi bingung bagaimana cara membawa Taehee ke rumah sesuai wasiat ayahnya.

Yonghwa terdiam, kembali pikirannya berfalshback ke masa lalu. Saat dimana dia pertama kali bertemu Seohyun dirumah ini, umurnya masih enam tahun. Mereka bersahabat baik. Yonghwa menyukai Seohyun pada saat itu, gadis berambut panjang berumur empat tahun.

Tahu-tahu dia mendengar suara isak yang tertahan, dia mengedarkan pandangannya dan sadar akan kehadiran SeoHyun di sudut satunya. Gadis itu sedang terpaku sambil menatap sebuah diary di pangkuannya.

"Nae mwo hae?" tanya Yonghwa membuat Seohyun kaget.

"Ahhh…Oppa!" seru Seohyun sambil memegang dada. Ia buru-buru mengusap pelan wajahnya.

"Mianhe, mengagetkanmu…"

Yonghwa mengangguk-angguk sambil memperhatikan Seohyun yang buru-buru menutup diarynya. Diary berwarna pink itu.

Yonghwa bergerak refleks mengambil diary itu dari pangkuan SeoHyun.

Hal yang pertama dilihat Yonghwa ketika membuka diary itu adalah sebuah Foto lama. Foto Jonghyun, Jungshin dan dirinya yang memakai setelan jas rapi sedang menggandeng Seohyun yang memakai gaun berwarna putih.

SeoHyun yang terlambat menyadari gerakan cepat YongHwa segera berdiri dan menghambur ke arah YongHwa berusaha mengambil diary itu dari YongHwa. YongHwa berusaha menghindar dan jinjit sambil mengacungkan diary itu tinggi-tinggi. SeoHyun ikut jinjit dan melompat-lompat kecil untuk mengambil diary itu. Dan akhirnya YongHwa dengan kedua tangannya yang memegang Diary memeluk SeoHyun sambil membaca diary itu. Di tepatnya, SeoHyun terkunci dalam pelukan YongHwa.

Yonghwa mulai membaca halaman pertama diary yang ditulis menggunakan hangeul sampai akhirnya Yonghwa membaca kolom cita-cita.

Cita-cita : Jadi pengantin Yonghwa oppa!!!

Yonghwa mendengus lalu melepas pelukannya dan tetap mengangkat diary itu tinggi-tinggi. Sedangkan SeoHyun di tempatnya sempurna memerah wajahnya.

"Cita-citamu apa?" tanya Yonghwa tiba-tiba membuat Seohyun menatapnya bingung.

"Dulu guru, sekarang aku ingin jadi penerjemah…" jawab Seohyun membuat Yonghwa mengangguk-angguk dengan tampang tak percaya.

"Kau yakin? Bukannya ingin menjadi pengantinku?" tanya Yonghwa lagi membuat Seohyun mengernyit.

"Oppaa…." SeoHyun tidak mampu lagi untuk melawan, dia malu sekali saat ini.

Yonghwa kemudian berusaha membaca halaman lain.

"Dear diary, hari ini aku melihat Yonghwa oppa tersenyum, aku sangat senang…" Yonghwa mendelik ke arah Seohyun yang seperti sudah mau menangis. Seohyun mencoba mengalihkam pembicaraan.

"Di foto itu, Jungshin dan Jonghyun oppa keren sekali memakai jas…."

"Ya, aku tidak keren memakai jas? Memangnya aku apa? Hantu?" Yonghwa rupanya belum puas mengerjai Seohyun. Ia malah membuka langsung halaman tengah.

"Dear diary. Yonghwa oppa bilang aku cantik menggunakan pita. Mulai sekarang aku akan selalu menggunakan pita, demi menjadi pengantinnya…" baca Yonghwa dengan suara dibuat-buat. Ia lalu menatap Seohyun sambil menggeleng-geleng, mendekatkan wajahnya pada wajah Seohyun. "Yaa.. Kau ini ternyata ambisius dari kecil."

"Oppa, keumanhaseyo…" pinta Seohyun lemah.

"Dear diary, Yonghwa oppa.. Yonghwa oppa.. Yonghwa oppa.." baca Yonghwa sambil membalik-balik halaman lain. "Ya, ini apa? Jurnal Yonghwa oppa? Kau ini stalker ya?"

Seohyun menggigit bibir sambil menatap Yonghwa kesal.

"Kau benar-benar menyukaiku?" Tanya Yonghwa membuat wajah Seohyun memerah seketika.

Yonghwa mendekatkan wajahnya lebih dekat lagi dengan wajah Seohyun. Yonghwa menarik tubuh Seohyun hendak memeluknya.

"Tetapi aku senang karena kau menyukaiku, Karena aku juga menyukaimu Seohyun…"

Seketika Seohyun mendorong tubuh Yonghwa keras.

"Andwae oppa!" Seohyun berteriak.

"Waeyo Seohyunah? Bukannya kau menyukaiku juga!" seru Yonghwa mendekati Seohyun.

"Itu dulu saat aku belum mengerti apa-apa..." ucap Seohyun melangkahkan kakinya ke belakang menjauhi Yonghwa.

"Lalu apa bedanya dengan sekarang Seohyunah?" Yonghwa melangkah ke arah Seohyun dan kali ini Yonghwa benar-benar memeluk Seohyun erat.

"Oppa, keumanhaseyo!"

Seohyun mendorong Yonghwa dengan sekuat tenaga. Yonghwa tersaruk, menyadari dirinya telah di jatuhkan oleh wanita.

"Oppa, Kau tidak mungkin menyukaiku. Kau lupa? Aku adalah anak kandung abeoji, kau pun begitu, meskipun berbeda ibu tapi kita memiliki ayah yang sama! Aku memang menyukaimu, tapi itu dulu, saat usiaku masih terlampau muda untuk memahami semuanya.Sekarang, aku berusaha membuang rasa itu jauh-jauh menganggap kau kakak kandungku sama seperti Jungshin dan Jonghyun oppa, jadi aku mohon, bantulah aku oppa. Jangan menyukaiku, aku tak mungkin bisa menjadi pengantinmu, semua yg tertulis di diary itu adalah hal yang sangat mustahil…."

Tiba-tiba kepala Yonghwa terasa sakit, dia membekap mulut dengan tangan kanannya, sementara tangan kirinya mengepal.

"Arrrrrrggggh!" Yonghwa berteriak keras sekali sambil melemparkan diary itu ke lantai.

Seohyun berlari dan menangis meninggalkan Yonghwa.





***





.5.






"Eomma, kau ingat aku? Aku Seohyun anak perempuan eomma…" Seohyun mencoba mengingatkan ibunya sambil menyisir lembut rambut ibunya.

"Lee Min Ho. Lee Jong Hyun. Lee Jung Shin. Lee Seo Hyun. Lee Min Ho......" Taehee berulang-ulang mengucapkan nama suami dan ketiga anaknya.

"Ne eomma, aku disini, Seohyun ada disampingmu. Eomma tidak usah sedih, sebentar lagi Jungshin dan Jonghyun oppa akan datang menjengukmu…" kata Seohyun membelai lembut rambut ibunya.

Seohyun menarik kepala ibunya dan menyandarkan di dadanya. Taehee terlihat merasa nyaman, ia menggenggam lengan Seohyun erat namun tidak mengucapkan sepatah katapun. Taehee menempelkan telapak tangan Seohyun pada pipinya kemudian melirik ke arah Seohyun. Seohyun tersenyum ke arah ibunya, air matanya menetes tak terkendali.

"Kau cantik sekali…" Ucap Taehee menggenggam tangan Seohyun lebih erat. Seohyun menahan tangis.

"Karena aku memiliki ibu yang jauh lebih cantik…." Isak Seohyun parau.

"Seohyun-ah…." Seohyun terlonjat kaget mendapati Jonghyun dan Jungshin tengah berdiri memperhatikan ia dan ibunya dari belakang.

"Oppa, sejak kapan kau berdiri disitu?" Tanya Seohyun membenarkan posisi duduknya dilihatnya Taehee yang tertidur dalam dekapannya.

"Seohyun-ah, tidakkah eomma mengingatmu?" tanya Jungshin kemudian.

"Kau jangan bodoh Jungshin-ah! Eomma tidak mungkin melupakanku, kau dengar sendiri eomma telah memanggil nama kita berulang-ulang…" jawab Seohyun pelan, khawatir Taehee terbangun.

"Tapi bahkan eomma tidak membalas dekapanmu..." Jungshin menambahkan.

"Kau tak usah bicara apa-apa lagi Jungshin-ah! Eomma jelas menggenggam lenganku tadi dan kau bisa lihat, eomma merasa nyaman tidur dalam dekapanku…"

Sementara itu Jonghyun menangis melihat keadaan Taehee, ini kali pertama dirinya menangis di hadapan kedua adiknya. Jonghyun menghampiri Taehee, menatap wajah Taehee yang tengah terpejam tenang.

"Maafkan aku eomma, tidak seharusnya aku meninggalkanmu enam tahun yang lalu…" Jonghyun berbisik didepan wajah ibunya.

"Ya! Kau bicara apa hyung? Kalau saja kita tidak pergi dari tempat ini enam tahun lalu, mungkin detik ini kita telah menjadi bangkai dibawah tanah…" Jungshin meringis, melemparkan pandangan jijik ke arah Taehee.

"Hentikan Jungshin-ah! Sudah berapa kali aku katakan, eomma seperti itu karena ia memiliki alasan yang kuat..." Seohyun bersikukuh membela Taehee.

"Cukup Jungshinah, Seohyunah! Bukan saatnya kalian bertengkar…" Jonghyun dengan bijak menasihati kedua adiknya.

"Tapi hyung.." Jungshin masih mengotot.

"Jungshinah, lupakan kejadian dimasa lalu. Lihatlah! wanita yang telah melahirkan kita sedang dalam kondisi memprihatinkan. Sekarang yang terpenting, kita mencari alternatif untuk merawat eomma…." Jonghyun menjelaskan dengan tenang. Jungshin mendengus, Seohyun memperhatikan kakaknya dengan seksama.

"Hyung, uang kita telah habis. Kita tidak akan sanggup memasukan eomma ke rumah sakit…." bentak Jungshin mengingatkan Jonghyun.

"Aku telah mendengar wasiat abeoji. Beliau..." Gumam Seohyun gentir.

"Apa yang kau maksud wasiat? Jangan katakan bahwa abeoji telah wafat Seohyun-ah???" potong Jungshin penasaran.

"Kau benar Jungshinah. Satu tahun yang lalu abeoji wafat. Kemarin, tak sengaja aku bertemu Yonghwa oppa ditempat ini. Kami pulang kerumah abeoji karena eomma merasa tidak ingin ditemani. YongHwa menceritakan kepadaku garis besar isi surat wasiat abeoji, beliau menginginkan kita beserta Yonghwa oppa tinggal bersama-sama dirumah tempat kita tinggal dulu…." Seohyun melirik ke arah Taehee, memastikan bahwa ibunya masih tertidur.

"Tidak ada pilihan lain, kali ini kita harus menuruti isi surat wasiat abeoji, demi eomma, kesembuhannya."

Jonghyun mengambil keputusan dan menghela napas.





***






"Yonghwa oppa…" sahut Seohyun dari pintu.

"Dari mana kau?" tanya Yonghwa.

"Aku..." kata Seohyun sementara Jonghyun, Jungshin beserta Taehee muncul dari pintu.

Kejadian selanjutnya, Seohyun sudah bisa menebak. Mereka saling pandang dengan mata terbelalak untuk beberapa detik. Tetapi berbeda dengan Taehee yang biasanya melontarkan kata pelacur ketika melihat Yonghwa namun kali ini tidak.

"Jonghyun-ah, Jungshin-ah…." gumam Yonghwa sambil berjalan mendekati mereka. Mereka sendiri memilih untuk mengalihkan pandangan. Jungshin hanya diam saat Yonghwa memegang kedua lengannya dan memperhatikannya dari ujung kepala sampai ujung kaki.

Seohyun tersenyum melihat pemandangan itu, nyaris terharu.

"Kenapa kau kurus seperti ini?" tanya Yonghwa, membuat Jungshin mendengus.

Seohyun mengantar Taehee ke kamar, sementara ketiga saudaranya masih berbincang.

"Kenapa aku kurus? Bukannya dari dulu aku memang kurus?" kata Jungshin ketus sambil melepaskan diri dari Yonghwa untuk memandang sekeliling. Rumah yang Jungshin lihat masih sama persis seperti saat ia meninggalkannya belasan tahun lalu.

Yonghwa mengikutinya dari belakang, dengan tatapannya.

"Jonghyun-ah, bagaimana perjalanan kau? lelah?" tanya Yonghwa membuat Jungshin mengernyit dan berbalik.

"Ya! Aku dan Hyung kesini bukan atas kemauan kami sendiri. Kami terpaksa karena eomma butuh perawatan. Jadi tak usah repot-repot dan sok perhatian…"

Yonghwa menatap Jungshin nanar.

"Sudah-sudah, Yonghwaya, dimana aku bisa tidur?" tanya Jonghyun membuat Yonghwa segera menunjukan kamar di lantai dua. Jonghyun lalu berjalan ke sana tanpa berbicara apapun lagi. Jungshin menatap Yonghwa nanar.

"Ya Yonghwaya, kau hidup bahagia selama belasan tahun. Chukkae!" Ucap Jungshin sinis.

Yonghwa yang awalnya menyambut baik JungShin menjadi sedikit emosi mendengar perkataan JungShin.

"Kau terlampau sok tau Jungshin-ah! Kau tak pernah tahu penderitaanku selama bertahun-tahun, aku selalu teringat Ibumu yang kejam yang ketika dahulu tak hentinya menghujatku sebagai anak pelacur tak tahu diri, memukuliku sesuka hatinya…"

Jungshin tak dapat menahan emosinya, ia menarik kerah baju Yonghwa hingga tubuh Yonghwa terangkat dan ujung sepatunya hampir tak menyentuh lantai.

"Tak punya otak kau Yonghwa-ah! chhhii kau tak pernah berfikir penyebab semua itu terjadi adalah ibumu yang jalang, yang telah merebut abeoji dari eomma. Sadarkah kau akan hal itu? Eomma memang kejam setelah jalang itu hadir di tengah-tengah kebahagiaan beliau dan abeoji. Penderitaan yang kau alami belum seberapa. Buka kupingmu lebar-lebar! Belasan tahun yang lalu, saat eomma membawa kami pergi dari rumah ini, eomma sering menjadikan kami objek pelampiasannya. Masa remaja kami terenggut. Disaat kau bisa menikmati dunia sekolah tetapi tidak halnya dengan kami. Eomma memukuli kami, menendang kami, menampar kami, disaat kau bisa makan ditempat yang nyaman, dirumah yang nyaman, gunakan otakmu Yonghwaya! Kau harus tahu, eomma mengatakan bahwa ia melihat sosok jalang itu dan kau tentunya pada diri kami sehingga kami kerap mendapatkan siksaan. Tidakkah kau tahu, sakit hati yang eomma rasakan begitu kuat, beliau depresi. kau tahu ini terjadi gara-gara siapa?" Jungshin mengatur nafas sejenak, matanya sudah memerah sedangkan keringat telah membasahi kening dan leher Yonghwa. JungSHin kemudian menurunkan tubuh YongHwa dan mendorongnya kasar, membuat YongHwa tursungkur di lantai.

"GARA-GARA JALANG TAK TAHU DIRI. GARA-GARA IBUMU!" Jungshin meneriakan kalimat itu tepat didepan wajah Yonghwa. Tidak puas dengan itu, Jungshin mengepalkan tangannya, memukul wajah Yonghwa keras hingga bibir Yonghwa robek dan berdarah.

"Asssh sorry tanganku terlampau semangat. Aku harap setelah kejadian ini kau dapat berpikir dan satu lagi, jauhi Seohyuni, kau tak pantas menjadi kakaknya. Sudah cukup banyak penderitaan yang ia alami. Seohyuni cukup rapuh, aku tak ingin penderitaannya bertambah karena dekat denganmu, camkan itu!" Jungshin merapikan rambutnya yang acak-acakan lalu pergi meninggalkan Yonghwa dalam keadaan marah.

Yonghwa menekan bibirnya yang terasa sakit. ia bergegas mencari Minhyuk.






***





"Ahjumma…" sapa Minhyuk kepada Gain.

"Apa lagi? Aku sedang memasak, jangan ganggu aku dan bukankah kau telah menemukan Taehee-sshi beserta ketiga anaknya?" jawab juru masak sibuk menuangkan bumbu kedalam masakannya.

"Ahjumma, hari ini adalah kali pertama aku bertemu dengan kedua kakak Seohyun-sshi. Persis sama seperti pertama aku bertemu Seohyun-sshi, aku merasa mereka semua sangat mirip dengan Lee Min Ho sajangnim tetapi..." Minhyuk menghentikan pembicaraan, menggaruk-garuk kepalanya sejenak.

Gain mendengarkan dan masih sibuk dengan masakannya. Sementara itu Yonghwa sudah berada di ambang pintu, mendengarkan pembicaraan Minhyuk dengan juru masak.

"Tetapi tidak hanya dengan Yonghwa-sshi. Bertahun-tahun aku mendampinginya tetapi tidak menemukan sedikitpun kesamaan antara dirinya dengan Minho sajangnim. Bahkan kita semua tahu kejanggalan yang terjadi di rumah sakit pada saat Minho sajangnim dirawat…" Minhyuk melanjutkan.


Yonghwa yang mendengarkan ucapan Minhyuk merasa lemas. Yonghwa teringat ketika dokter menyatakan bahwa darah Yonghwa tidak sama dengan darah Minho. Pada saat itu, Minho sedang membutuhkan banyak darah jenis A. Sangat mengejutkan ketika Yonghwa dinyatakan mempunyai darah berjenis B.

Yonghwa tersadar dari ingatan masa lalunya kemudian berjalan terkuyung menuju kamarnya.

Diwaktu yang bersamaan, Seohyun sedang menyuapi Taehee dikamarnya. Pikirannya tak lepas dari Yonghwa. Ia merasa, semakin hari rasa sukanya semakin bertambah kepada Yonghwa.

"Oppa sedang apa ya sekarang.." Batinnya.

"Aisssh…" umpatnya dalam hati.

Taehee menuntahkan makanannya ke lantai. Seohyun kaget dan segera menyimapan mangkok yang tengah di pegangnya.

"Eomma, gwaenchanha?" Seohyun mengelap mulut Taehee dengan tangannya lalu memberikan Taehee air minum.

"Gadis cantik, kau pasti sangat lelah, beristirahat sajalah sejenak…" Taehee tersenyum mengusap pipi Seohyun pelan.

Seohyun mengangguk, menatap Taehee dengan mata yang berkaca-kaca dan berbicara dalam hati "Eomma, ini aku, Seohyun…"






***







Yonghwa berjalan menyusuri koridor melihat sebuah poto besar abeoji dan ibu tirinya terpampang di dinding. Yonghwa berhenti di depan Foto itu, lalu menatap ayahnya yang sedang tersenyum ramah. Tanpa disadari, Yonghwa menggapai Foto itu dan menyentuhnya.

"Abeoji…" gumam Yong Hwa lirih.

Seketika seluruh kenangan masa kecilnya berkelebat di otaknya. Yonghwa teringat saat pertama kali bertemu Minho, ia menyambut Yonghwa dengan tangan terbuka dan senyuman seperti malaikat. Mendadak Yonghwa bisa merasakan air mata jatuh ke pipinya. Yonghwa segera menyekanya, lalu berusaha mengendalikan emosinya. Yonghwa tahu, tidak seharusnya ia membenci Taehee, ibu tirinya. Dari awal datang ke rumah ini, Yonghwa mengerti kedudukannya. Wajar kalau Taehee tidak menyukainya karena ia adalah anak seorang pelacur yang berusaha menggoda Minho dan tentunya telah merusak keharmonisan rumah tangga Taehee. Ibunya melahirkan dirinya dan ketika ia berumur lima tahun, Minho membawanya kerumah. Istri mana yang tidak marah akan hal itu. Yonghwa lantas berjalan ke koridor yang berlawanan arah, mendapati sebuah pintu kamar yang terbuka. Yonghwa mengintip ke dalam. Ia bisa melihat Seohyun sedang duduk membelakanginya, tampak sedang melakukan sesuatu. Yonghwa masuk diam-diam bermaksud mengagetkan Seohyun tapi tahu-tahu kakinya menginjak sesuatu yang sangat tajam.

"Ya!" Sahut Yonghwa melepas sendal dan mencabut sebuah jarum yang tertancap disana. Seohyun menoleh kaget.

"Itu jarum" Seohyun panik berusaha menyingkirkan segala jarum dan aksesoris yang berhamburan di lantai.

"Kau memasang jebakan di kamarmu sendiri?" sahut Yonghwa kesal.

"Tidak ini hobi baruku" Seohyun segera memasukan jarum-jarum kedalam kaleng.

"Hobi baru merancang jebakan?" tanya Yonghwa sambil mengecek telapak kakinya yang ternyata mengeluarkan darah. Seohyun melihatnya lalu memekik dan langsung mengambil kotak P3K.

"Maaf oppa." Seohyun mulai mengobati kaki Yonghwa.

"Gwaenchanha." kata Yonghwa. "Memangnya apa hobi barumu? Tampak berbahaya…" Yonghwa memperhatikan kaleng berisi jarum, gunting dan benang dengan berbagai warna.

"Aku sedang merajut baju hangat" jawab Seohyun sambil membelitkan perban pada kaki Yonghwa.

"Ya! kau pikir aku patah kaki?" sahutnya saat melihat kakinya terbalut perban cokelat.

"Jweisonghamnida…" Seohyun terkekeh kembali merapikan perban yg terbelit di kaki Yonghwa, tanpa sadar, Yonghwa meraih tangan Seohyun.

"Seohyun-ah! Apa kau telah berhasil membuat dirimu sendiri berhenti mencintaiku?" Tanya Yonghwa serius. Seohyun tidak menjawab, ia mengalihkan pandangannya dari Yonghwa, berpura-pura sibuk merapikan baju hangat rajutannya.

“Ya, aku berbicara denganmu!!!!”bentak Yonghwa karena Seohyun tak kunjung menjawab pertanyaannya. Seohyun menarik nafas, menghelanya lalu menghembuskannya.

"Tidak oppa, aku tak bisa menganggapmu sebagai kakak kandungku layaknya Jungshin dan Jonghyun oppa. Perasaanku berbeda dan selalu tumbuh setiap waktu tapi ini tak boleh terjadi oppa, mengapa takdir begitu kejam? Seumur hidup aku belum pernah mencintai pria lain selain kau, tetapi mengapa harus kau oppa? mengapa harus pria yang merupakan anak kandung abeoji?" Seohyun menangis, Yonghwa memeluknya berusaha menenangkan.

"Oppa, ini tidak boleh dibiarkan. Menikahlah dengan wanita lain. Itu yang seharusnya terjadi, aku akan turut berbahagia untukmu…." isak Seohyun tak kuasa menahan tangis.

"Kau bercanda Seohyunah, satu-satunya wanita yang aku cintai adalah kau!!!" seru Yonghwa meyakinkan Seohyun.

"Jebal oppa, ini tidak boleh dibiarkan!!!" Seohyun memohon.

Yonghwa melepaskan genggamannya pada tangan Seohyun. Seohyun menangis, merasa tersiksa dengan keadaan ini. Hatinya merasakan sakit yang teramat dalam. Begitupun Yonghwa.

Yonghwa kembali meyakinkan Seohyun bahwa ia tak ingin menikah dengan perempuan lain selain Seohyun. “Seohyunah, dengarkan aku, aku tak peduli apapun, aral rintangan yang membentang, aku sama sekal tak peduli. Bukankah Tuhan telah menganugrahkan cinta pada masing-masing diri kita? Lalu mengapa pula ia tega membuat kita menderita seperti ini. Sumpah Seohyunah, aku hanya ingin menikah denganmu. Aku bersumpah atas nama apapun, aku tak akan pernah menikah dengan wanita lain selain kau! Sampai kapanpun….”

Seohyun menangis, Yonghwa memeluk tubuh Seohyun erat.

“Oppa, kita berada dalam situasi cinta yang salaaaaaaaaah, aku benci ini!!!”





***






.6.





Hari ini adalah hari dimana akan dibacakannya surat wasiat kedua.

Sesuai janji Minho pada surat wasiat pertama yang akan mengumumkan pembagian harta warisan secara adil apabila keluarganya telah berkumpul semua dirumah. Sementara itu, kondisi Taehee semakin memburuk, ia dilarikan ke rumah sakit kemarin sore dan menjalani rawat inap. Dokter mengatakan bahwa ia mengalami depresi berat juga fungsi pencernaan yang rusak diakibatkan oleh meminum alkohol berlebih.

"Aku yang akan membacakan wasiatnya byeonhosanim…" Ujar Jonghyun meminta dan meraih surat wasiat dari tangan pengacara Jang Geun Suk.

Jonghyun menarik napas, menghelanya lalu mulai membaca.

"Yonghwa, ada satu hal yang selama ini aku rahasiakan dari kau juga keluargaku. Aku tak pernah berani mengatakannya. Ini sungguh akan membuat kau terkejut. Sebenarnya, kau bukanlah putra kandungku. Ibumu, seperti yang kau ketahui, memang benar adalah seorang pelacur. Aku bertemu dengannya ketika hendak pulang ke rumah seusai bekerja. Ibumu memaksaku untuk menikahiku ketika kau menginjak usia dua tahun. Ibumu mengatakan bahwa ia akan berhenti menjadi seorang pelacur jika aku menikahinya. Namun itu tak mungkin, aku sangat mencintai Taehee istriku yang pada saat itu telah memberiku satu orang putra dan tengah mengandung anak kembar.Ibumu mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri, aku memutuskan untuk mengadopsimu, menjadikanmu anakku….”

“…Jonghyun, Jungshin dan putriku Seohyun, ibu kalian sangat marah dan tak memberikan kesempatan padaku yang hendak menceritakan kebenarannya. Ibu kalian tidak pernah mau berbicara padaku selama satu tahun penuh sampai pada akhirnya dia membawa kalian pergi jauh dariku. Hatiku merasa sangat pedih, selama belasan tahun aku tak bisa melihat senyum istri beserta putra-putriku. Bahkan didetik-detik terakhir menjelang kematianku, aku tak juga dapat menemui kalian sekedar untuk mengucapkan kata maaf. Taehee, aku sangat mencintai kau, demi Tuhan aku tak pernah sekalipun membagi cintaku untuk perempuan lain...”

“…Putra-putriku yang aku cintai termasuk Yonghwa, aku harap kalian dapat belajar tentang pengorbanan, kasih sayang dan keluarga dari semua takdir kehidupan yang telah Tuhan gariskan pada kita semua. Yonghwa, jangan pernah membenci hidupmu juga ibumu. Akupun tidak pernah membencinya, doakan dia agar tenang di syurga sana…”

“…Sekarang, setelah aku menyampaikan semua ini, aku menyerahkan segalanya pada kalian. Kalian bisa meneruskan apa yang telah ku rintis selama ini atau kalian bebas menentukan cita-cita yang kalian kehendaki, apapun yang kalian lakukan, kalian akan selalu menjadi putra-putri keluarga Lee, kebanggaanku!!!”


Untuk beberapa detik suasana begitu hening.

Air mata membasahi wajah ke empat Lee. Minhyuk menghela napas, ia akhirnya mengetahui kebenaran tentang apa yang selalu ia curigai.

Jungshin tiba-tiba memeluk Yonghwa, menepuk-nepuk punggungnya, Yonghwa menangis dalam pelukan Jungshin. "Mianhae Yonghwa-yah…" usap Jungshin masih memeluk tubuh Yonghwa.

Seohyun menutup wajah dengan kedua telapak tangannya, meledakan tangisnya.






***




Tiga bulan kemudian…



Taehee sudah sembuh total dari depresinya. Ia tak kuasa menahan air mata ketika membaca sendiri surat wasiat suaminya. Air matanya membuyarkan huruf-huruf dan kata-kata yang telah ditulis untuknya dan putra-putri terkasihnya. Jonghyun dan Jungshin kini tengah meneruskan pekerjaan ayahnya bersama-sama dengan Yonghwa.






***




.Epilog.




3 Tahun kemudian…





Pulau Jeju terasa manis dan menjanjikan bulan madu yang indah.

SeoHyun berada dalam pelukan suaminya, Yonghwa, menikmati malam-malam yang penuh bintang. Suasana begitu damai. Kelap-kelip lampu dari luar rumah terapung di punggung kolam ibarat lirikan mata dewi cinta yang iri melihat kemesraan dua makhluk yang tengah memadu cinta.

Dua bibir yang berpaut dan tangan-tangan terentang saling menggenggam, ibarat cinta mereka yang merentangkan sayap terbang lepas ke angkasa sementara hati mereka saling berpaut di dasar samudra yang paling dalam. Yonghwa meraih Seohyun ke dalam pelukannya ketika dilihatnya Seohyun bergetar sedikit.

"Dingin?"

Seohyun mengangguk sambil mengerutkan tubuhnya dalam dekapan suaminya. Ada perasaan hangat dan aman yang sulit dilukiskan setiap kali ia berada dalam pelukan Yonghwa. Yonghwa menggendong tubuh Seohyun ke dalam kamar. Membaringkannya di tempat tidur dan membimbingnya ke puncak kenikmatan yang belum pernah Seohyun cicipi selama ini. Erang tertahan lepas dari celah-celah bibir Seohyun.

"Seohyunah, aku begitu bangga untuk mengatakan kepada siapa saja bahwa aku jatuh cinta dan bersumpah untuk mencintaimu sampai akhir, seperti abeoji yang mencintai ibumu. Bersamamu, aku mempunyai alasan untuk hidup. Sekarang dan selamanya aku akan selalu bersamamu, Seohyunah kini kau mengerti, true love is never wrong…. " Yonghwa mengecup kening Seohyun lembut.

"Saranghaeyo Oppa…" Ucap SeoHyun lirih di telinga YongHwa








.END.















_Seri SJ and Friends : FF OneShoot SJLand1stAnniv & YSDoubleBDay_





Penulis : DETA NUR FAUZIAH

Editor : SJ

Pic : (Doc. WGM)





DETA say :
1st, I wanna say thanks so much to SJ Eonni who have published my FF on your amazing blog. Thanks too buar para readers setia SJLand’s blog yang udah bersedia membaca FF-ku yang berantakan ini xoxo

Kesan : Ternyata bikin FF itu susaaaaaaaaaah (>,<) mohon maaf yang sebesar-besarnya bila dalam FF-ku ini terdapat banyak kekurangan, baik dalam unsur intrinsik maupun ekstrinsik soalnya aku masih belajar hihi…

Pesan : Jangan lupa kritik dan saran bisa mention di twitterku @detarainbow atau via message facebook di Deta Nur Fauziah Tahapari , Terimakasih banyaaaaaaaaaaak 





SJ say :

Idenya hebat, tapi ada beberapa kekurangan : Masih harus belajar mengungkapkan ide melalui kata-kata, memperjelas detail karena di beberapa kalimat ke kalimat berikutnya itu ada makna yang “hilang” dan tidak nyambung. Buat Deta, coba bandingkan draft awal yang Deta kirim dengan yang sekarang tayang di blog, pasti bisa melihat dengan jelas bedanya dear. Deta masih harus belajar bagaimana caranya membuat cerita secara runut kalimat per kalimat, tetapi overall keren idenya, Onnie suka. Terus menulis yah… *Hugs*

Dan buat yang lain yang membaca, harap tinggalkan koment kalian supaya Deta dan juga Aku pribadi bisa belajar banyak dari masukan kalian. Thanks all :D


Fighting GoGuMa’s…^^








.SJ.

6 komentar:

  1. td siang dpt sms dr Deta kta'y FF dy udh tyang d-blog SJ eonni,, hehehe lngsung dech mlncur bwt baca :D

    sma kya SJ eonni aq jg ska bgt sma ide crita'y
    part yg paling aq suka wktu Yong bca diary'y Seo..
    tp aq ngrsa ending'y kurg brsa,, aq mw Taehee'y ungkpin maf ke Yong :D but tu udh kren bgt qo
    aq smpe g nygka Deta pnya ide crita kya gni
    bner2 kbwa prsaan bgt bca'y.. smpe2 aq ikutn nangis klo bgian Yong nngis.. palgi wkt ba surat wasiat.. hix hix so sad :((

    kereenn..
    Deta n SJ eonni daebakk !!!!!

    BalasHapus
    Balasan
    1. makasih wulan eonni buat pujian dan masukannya :)

      Hapus
  2. Aku aja smpe ngabisin plz utk tiap hr pantengin ne blog,kira2 apa udh ada ff bru yg d post,..akhirnya ada jga,..ga d ragukan lagi q jatuh cnta ama ne bog SJ,..ceritanya selalu menyentuh

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya ff di blog sj emang selalu daebak :D

      Hapus
  3. huwaaaaaaaaaaaaaaaa! selama membaca ff ini nangis teruuuus seneng campur sedih :'D idenya daebak!!! chukkae deta-ssi buat ff pertamanya yg baguuuus bgt. sedih bgt pas baca yong nangis huhuhu rasanya pgn lgsg meluk aja *digeplak seohyun unnie* happy ending ceritanya aku suka :D buat SJ Eonni fighting terus yaa! Love you deh! *eh hehe YONGSEO IS REAL! FOREVER,EVERLASTING! GOGUMA'S FIGHTNG! @Ririniaty

    BalasHapus